TEMPO.CO, Jakarta - Sebagai konsekuensi dari keputusan Dewan Perwakilan Rakyat meratifikasi konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa soal perlindungan buruh migran, maka UU Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Luar Negeri juga harus direvisi.
“Kami akan bekerja keras melobi parlemen agar revisi UU TKI bisa sejalan dengan semangat konvensi PBB,” kata Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, Sabtu, 11 Agustus 2012.
Sayangnya, dari naskah sementara revisi yang beredar, harapan itu masih jauh dari kenyataan. Anis mengkritik sejumlah poin dalam draf revisi UU Nomor 39 tahun 2004 itu yang masih membuka celah terjadinya pelanggaran hak buruh migran Indonesia di luar negeri.
“Misalnya saja, ada ketentuan bahwa pemerintah hanya melindungi TKI yang berdokumen resmi,” katanya. Menurut Anis, seharusnya pasal itu tidak ada. “Mereka yang dikirim ke luar negeri tanpa dokumen adalah korban. Seharusnya mereka tetap dilindungi,” katanya.
Selain itu, revisi UU juga belum memberi ruang optimal untuk perlindungan buruh migran perempuan. “Padahal mereka yang rawan disiksa,” katanya. Hampir semua kasus pembunuhan TKI di luar negeri menimpa buruh perempuan.
GADI MAKITAN
Berita Terpopuler:
Rhoma Irama Ancam Penyebar Ceramahnya
Tak Dapat Koalisi Partai, Jokowi Merasa Dikeroyok
Seberapa Penting Luna Maya Bagi Ariel
Habibie Terjun Lagi ke Dunia Penerbangan
PKS Dukung Foke, Apa Kata Hidayat Soal Jokowi?
Turboprop N-250, Pesawat Andalan Selanjutnya
Pengamat: PKS Punya Andil Besar di Putaran Kedua
Habibie Pakai ''Link''-nya untuk Promosikan Pesawat
Apa Mahar PKS untuk Foke?
KD Kecewa, Fans Anang Hina Suaminya