TEMPO.CO, Jakarta - Khaerudin, anak buah anggota staf Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, Nando, membeberkan arti kode dalam daftar penerima dana penyesuaian infrastruktur daerah. Pengakuan Khaerudin muncul dalam sidang terdakwa kasus suap DPID, Wa Ode Nurhayati, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa, 14 Agustus 2012.
Menurut Khaerudin, Badan Anggaran memang kerap menggunakan kode tertentu untuk mempermudah pendataan alokasi dana. Dalam berkas alokasi DPID, terdapat sejumlah kode, seperti A, P, K, dan J. "Saya pernah diperintahkan Nando untuk menginput data yang dia dapatkan dari pimpinan Banggar. Saya mengetiknya menggunakan kode," ujarnya.
Kode “A”, kata Khaerudin, melambangkan usulan daerah penerima DPID dari anggota Badan Anggaran, “P” merupakan kode untuk empat pimpinan Badan Anggaran, “K” kode untuk koordinator kelompok fraksi, dan “J” kode untuk jumlah. Adapun kode warna, kata Khaerudin, tidak merujuk pada partai politik tertentu, melainkan hanya mempermudah mengedit data yang sewaktu-waktu berubah.
Menurut Khaerudin, satu di antara kode itu adalah "P4" untuk Tamsil Linrung. "Kode-kode itu diberikan Nando untuk mempermudah kroscek, dan melambangkan usulan (daerah penerima DPID)," kata dia.
Data yang diinput Khaerudin atas petunjuk Nando, beberapa kali mengalami revisi. Menurut Khaerudin, hal itu disebabkan perubahan usulan yang diajukan oleh anggota dan pemimpin Badan Anggaran. "Alokasi saya susun berdasar catatan kertas yang disampaikan Pak Nando, lalu disampaikan ke saya. Biasanya itu didapat (Nando) dari pimpinan," ujarnya.
Nurhayati tidak mengajukan keberatan atas keterangan Khaerudin. Ia hanya mempertanyakan jumlah koordinator untuk kode “K”, yang menurut Khaerudin ada sembilan di Banggar. Hal ini tidak sesuai dengan jumlah kode “K” di berkas daerah penerima alokasi DPID, yang mencatat ada lima kode “K”.
Dalam dokumen yang terdapat dalam laptop Nando yang disita KPK dalam penggeledahan di Badan Anggaran, terdapat daftar daerah-daerah penerima jatah DPID. Nama-nama daerah dalam dokumen itu terlihat diberi tanda warna seperti merah, biru, atau kuning, ataupun diberi kode “K” atau “P”. “P1” hingga “P4” disebut-sebut sebagai sandi untuk bos-bos Banggar, sedangkan “K” adalah sandi untuk pemimpin DPR.
Dalam dokumen, tertulis “K1” mendapat jatah proyek PPID senilai Rp 300 miliar, sedangkan “K2” sampai “K5” masing-masing mendapat proyek senilai Rp 250 miliar. Wa Ode menuding Nando mencoba berkelit karena menyebut kode “K” sebagai sandi untuk koordinator fraksi. Padahal, menurut Wa Ode, koordinator Cuma bertugas mengkoordinasi rapat. Jumlah koordinator pun ada sembilan, atau dengan kata lain tidak cocok dengan jumlah kode “K” di dokumen Nando.
Saat bersaksi untuk Nurhayati pekan lalu, Tamsil Linrung mengakui ada penggunaan kode tertentu dalam DPID. Tapi, kata Tamsil, kode huruf atau warna itu tak melambangkan jatah, melainkan untuk memudahkan melihat identitas pengusul daerah penerima DPID. "Ada kode-kode untuk memudahkan bahwa ini usulan dari fraksi ini, ini dari komisi ini," ujarnya.
ISMA SAVITRI
Baca juga:
Polemik Simulator SIM, Kapolri Kumpulkan Pengacara
KPK Tak Keberatan Disadap Polisi
KPK Mulai Verifikasi Berkas Simulator SIM
Ramadan, Puluhan Ribu Miras dan Petasan Dimusnahkan
Kapolri Pasang Badan karena Kecolongan RUU Kamnas