TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan aturan baru yang memungkinkan lembaga swadaya masyarakat dan individu menjadi pemantau dalam pemilihan umum resmi. Ketua KPU Husni Kamil mengatakan aturan ini dibuat untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam memantau pemilu.
Ketentuan mengenai pengawas pemilu tersebut diatur dalam peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pemantau dan Tata Cara Pemantauan Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD. Aturan tersebut ditandatangani pada Senin, 13 Agustus 2012.
Mereka yang bisa mendaftar sebagai pemantau, selain LSM dan individu, adalah organisasi berbadan hukum, lembaga pemantau pemilu luar negeri, dan perwakilan asing. “Kami mendorong agar pengawasan tidak hanya dilakukan lembaga pemilu saja, tetapi juga oleh masyarakat,” kata Husni di gedung KPU, Selasa, 14 Agustus 2012.
Komisioner KPU, Hadar Gumay, mengatakan setiap pendaftar akan diuji dan diwawancara KPU. Ujian dilakukan untuk menjamin independensi pemantau. Mereka diwajibkan membuka siapa sumber dananya. “Meski tak perlu disebut berapa besarnya,” ujarnya. Jika lolos, KPU memberi akreditasi dan mengizinkan mereka menjadi pemantau resmi.
Nantinya setiap pemantau bisa melaporkan temuan mereka pada penyelenggara seperti Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) atau langsung ke KPU. Pemantau yang lolos akreditasi bisa memilih hendak mengawasi seluruh atau sebagian tahapan Pemilu.
“Nanti di akhir tahapan kami minta laporan mereka,” katanya. Meskipun bekerja sebagai bagian dari penyelanggara Pemilu, Hadar menjelaskan, pemantau tak akan digaji oleh negara. “Kami berharap mereka bekerja sukarela,” katanya.
ANANDA BADUDU