TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pemerintah memangkas bea masuk kedelai impor belum terlaksana. "Saya tegaskan sampai hari ini semua kontainer saya masih dikenakan bea masuk," ujar Sudarmo, dari perusahaan impor kedelai PT Sungai Budi, di Jakarta, Selasa, 14 Agustus 2012.
Dalam proses importasi, semua perusahaan diberi keleluasaan oleh pemerintah untuk mengimpor kedelai, sehingga tidak benar tuduhan adanya kartel dalam proses impor kedelai. Beberapa negara eksportir kedelai yakni Amerika Serikat, Brasil, dan Argentina. "Siapa pun boleh melakukan impor asal sudah mengantongi izin," katanya.
Namun, akibat ketatnya persaingan, hanya perusahaan tertentu dengan pengelolaan manajemen bagus yang mampu bertahan. Kini, dari sekitar 15 perusahaan yang melakukan impor kedelai, hanya 12 perusahaan yang masih bertahan. "Sudah tiga perusahaan yang gugur."
Ia membantah tuduhan hanya perusahaan besar dengan kiriman satu kapal besar yang bisa melakukan impor, sebab pada kenyataannya pesanan dalam jumlah kapal kecil pun tetap dilayani.
"Tidak benar itu. Saya memulai usaha impor kedelai hanya bermodalkan kapal kecil. Kalau kapal besar hanya bersandar di beberapa dermaga saja, sedangkan kapal kecil bisa di mana saja,” ujar Sudarmo.
Ia mengakui, hingga kini Indonesia masih setia menggunakan kedelai Amerika, termasuk empat besar negara tujuan impor kedelai dari Amerika selain Cina, Meksiko, dan Jepang. Di samping kualitasnya baik, juga digandrungi perajin tempe tahu. "Indonesia hanya 5 persen dari total ekspor kedelai Amerika."
Akibat belum dihapuskannya bea masuk kedelai, kalangan importir enggan menurunkan harga jual kedelai. "Bagaimana kami bisa menurunkan, bea masuknya saja belum aktif," ujar Sudarmo.
Beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, berjanji akan menghapuskan bea masuk kedelai hingga nol persen. Aturan ini direncanakan berlaku 1 Agustus lalu. Langkah ini diambil untuk membantu stabilitas harga kedelai yang cenderung naik di tingkat perajin mencapai Rp 8.000 per kilogram.
JAYADI SUPRIADIN