TEMPO.CO , Washington - Sebuah jajak pendapat yang dilakukan USA Today dan Suffolk University menunjukkan warga Amerika Serikat yang tidak akan mendatangi tempat pemungutan suara jumlahnya meningkat. Dua pertiga dari mereka mengatakan mereka terdaftar untuk memilih.
Mereka menyebutkan berbagai alasan untuk menyatakan mereka tidak akan memilih, antara lain terlalu sibuk. Selain itu, mereka tidak senang tentang calon mereka dan suara mereka tidak terlalu penting.
"Saya tidak berpikir Obama membantu kami sebanyak janjinya," kata John Harrington, 52 tahun, operator peralatan berat dari Farmington, Minnesota, yang termasuk di antara mereka yang disurvei. Sejak 2008, ketika Harrington memilih Obama, krisis keuangan telah memaksa dia menjual rumahnya di Arizona, pindah ke Minnesota untuk berada di dekat anak perempuannya. Kini, kondisi ekonominya tak jauh berbeda.
Istrinya yang dulu "mencintai" Obama juga mengambil sikap sama.
Bahkan di 2008, ketika jumlah pemilih adalah yang tertinggi dalam setiap pemilihan presiden sejak tahun 1960, hampir 80 juta warga warganya memilih untuk tidak memilih. Curtis Gans, Direktur Pusat non-partisan untuk Studi Pemilih Amerika, memprediksi jumlah itu akan naik secara signifikan tahun ini.
Dia memprediksi tahun ini, mungkin 90 juta warga AS yang memilih golput alias tak memberikan suaranya. "Tren jangka panjang cenderung mengerikan," kata Gans.
"Ada banyak kurangnya kepercayaan pada para pemimpin kita, kurangnya perasaan positif tentang lembaga-lembaga politik, kurangnya pendidikan berkualitas untuk segmen besar masyarakat, kurangnya pendidikan kewarganegaraan, efek memecah-belah gelombang teknologi komunikasi, dan sinisme akan menjadi pendorong mereka untuk menolak berpartisipasi dalam pemilu," katanya.
USA TODAY | TRIP B