TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Ekonom Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan menyarankan agar pertumbuhan ekonomi Indonesia ditahan di kisaran 6 - 6,3 persen tahun depan. Dia sepakat Fauzi sepakat dengan pertimbangan Bank Sentral. Jika pertumbuhan terlalu tinggi, defisit neraca berjalan melebar, rupiah bisa tertekan.
"Kekhawatiran Bank Indonesia valid," ujar Fauzi saat menghadiri acara Silaturahmi Idul Fitri di Kediaman Gubernur BI, Senin, 20 Agustus 2012.
Sebelumnya, Bank Indonesia merilis target pertumbuhan ekonomi 2013 di kisaran 6,2 - 6,8 persen dengan titik tengah 6,4-6,5 persen. Adapun pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi jauh lebih tinggi, di kisaran 6,8 persen - 7,2 persen. Bank Indonesia mempertimbangkan, jika pertumbuhan ekonomi dipaksakan dan defisit neraca berjalan terus melebar, maka rupiah akan tertekan dan cadangan devisa bisa tergerus.
Seperti diketahui, impor Indonesia yang tinggi dan ekspor yang melambat membuat neraca berjalan pincang. Fauzi menjelaskan, impor yang tinggi disebabkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. "Kalau pertumbuhan ekonomi turun tajam, otomatis ekspor Indonesia turun tajam sementara impor Indonesia tinggi, karena pertumbuhan ekonominya tinggi," ujarnya.
Fauzi berharap ekonomi global mulai pulih pada 2013, harga komoditas pulih sehingga ekspor minyak bumi, kelapa sawit, dan batu bara bisa kembali pulih. "Kalau ekonomi global mulai pulih, ekspor Indonesia mulai naik, otomatis neraca perdagangan (ekspor - impor) Indonesia bisa mulai surplus," ucapnya.
Menurut data Bank Indonesia, transaksi berjalan triwulan II-2012 mengalami defisit sebesar US$ 6,9 miliar atau 3,1 persen dari PDB, naik dibandingkan triwulan sebelumnya yakni defisit US$ 3,2 miliar atau 1,5 persen dari PDB. Adapun hingga akhir tahun, defisit diperkirakan berada di kisaran 2 persen.
MARTHA THERTINA