TEMPO.CO, Jakarta - Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2013 dinilai tidak efisien. Porsi belanja aparatur dinilai masih lebih besar ketimbang belanja langsung untuk masyarakat. "RAPBN 2013 masih sama, didesain untuk aparatur, bukan untuk masyarakat," kata Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky Khadafi, saat dihubungi, Rabu, 22 Agustus 2012.
Menurut Uchok, sebagian besar alokasi APBN seharusnya tidak boleh dipakai untuk kepentingan birokrasi. Namun, selama ini pertumbuhan belanja birokkrasi (pegawai dan barang) melebihi pertumbuhan APBN.
Baca Juga:
Maka, Uchok menyatakan Koalisi Masyarakat Sipil untuk APBN Kesejahteraan membuat APBN alternatif untuk pemerintah. "Kami menekankan agar belanja birokrasi dikurangi," katanya.
Menurut Uchok, aneka penghematan harus dilakukan, seperti pengurangan perjalanan dinas, pembelian alat kantor, mobil dinas, dan biaya pemeliharaan. "Dengan begitu anggaran akan lebih berimbang," katanya.
Aggaran belanja pegawai terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan nota keuangan dan RAPBN 2013, pemerintah menganggarkan Rp 241,1 triliun untuk belanja pegawai. Meningkat dari anggaran tahun sebelumnya sebesar Rp 212,2 triliun.
Sedangkan untuk belanja barang, pemerintah mengalokasikan Rp 159,1 triliun dalam RAPBN 2013. Jumlah tersebut memang menurun dari tahun sebelumnya sebesar Rp 186,5 triliun.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Ahmad Erani Yustika, menilai angka untuk belanja barang tersebut masih cenderung besar dan tidak efisien. "Kalau itu bisa lebih buat efisien, maka kita tidak perlu mengalami defisit anggaran. Bisa disiasati," katanya.
ANGGA SUKMA WIJAYA