TEMPO.CO, Jakarta - Terapresiasinya dolar Amerika Serikat (AS) terhadap euro menjelang pertemuan Perdana Menteri Yunani dan Perdana Menteri Jerman untuk membahas masalah target fiskal Negeri Para Dewa membuat para pelaku pasar bersikap hati–hati. Imbasnya rupiah dan mata uang Asian lainnya melemah mengikuti terdepresiasinya euro.
Di transaksi pasar uang hari ini nilai tukar rupiah kembali melemah 25 poin (0,26 persen) ke posisi 9.519 per dolar AS. Transaksi rupiah di kisaran 9.490 hingga 9.547 per dolar AS.
Analis Treasury Bank Negara Indonesia, Raditya Ariwibowo, menjelaskan, dari faktor domestik, meningkatnya kebutuhan dolar AS dari para importir di tengah terbatasnya pasokan di pasar membuat rupiah kembali berada diatas 9.500 per dolar AS. “Saya tidak melihat adanya intervensi dari Bank Indonesia, mungkin karena dianggap belum waktunya,” kata Raditya.
Sambil menunggu hasil pertemuan Perdana Menteri Yunani Antonis Samaras dan Perdana Menteri Jerman Angela Merkel para pelaku pasar lebih memilih kembali memegang mata uang safe haven, yakni dolar AS yang dianggap lebih aman. Imbasnya dolar menguat terhadap mata uang utama dunia dan mata uang regional termasuk rupiah.
Kendati para pejabat Bank Sentral AS (The Fed) mendukung kebijakan untuk memacu pertumbuhan, namun para pelaku pasar tetap menunggu langkah nyata yang akan diambil. “Investor juga menunggu langkah konkret untuk memerangi dampak dari krisis utang di Eropa dari Bank Sentral Eropa,” tuturnya.
Adanya harapan stimulus dari The Fed, dolar AS cenderung melemah terhadap mata uang utama dunia. Mata uang tunggal Eropa bahkan sempat menguat hingga ke US$ 1,2560.
Dari kawasan regional, mata uang regional sore ini cenderung melemah terhadap dolar AS seiring jatuhnya harga saham di bursa Asia. Dolar Singapura terkoreksi 0,23 persen, won Korea Selatan melemah 0,2 persen, peso Philipina susut 0,27 persen, ringgit Malaysia turun 0,42 persen, serta bath Thailand juga tergelincir 0,16 persen.
PDAT | VIVA B. KUSNANDAR