Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Rendang Bukan Lagi Milik Orang Minang  

image-gnews
TEMPO/Dianing Sari
TEMPO/Dianing Sari
Iklan

TEMPO.CO , Jakarta - Selepas subuh pada hari terakhir puasa, Sabtu pekan lalu, kesibukan di dapur Pallaia, 67 tahun, bertambah. Hari itu, seperti juga hari-hari menjelang Lebaran sebelumnya, ia menyiapkan hidangan hari raya. Dua ekor ayam jago yang dibeli dari tetangga sudah dipotong dan dibersihkan. Daging ayam yang berukuran besar itu akan direndang sebagai lauk untuk teman makan buras.

Pallaia selalu membuat buras, makanan khas daerah asalnya, Parepare, Sulawesi Selatan. Terbuat dari beras dan santan yang dimasak setengah matang, lalu dibungkus dengan daun pisang hingga membentuk seukuran tangan dan kemudian dikukus. Mirip lontong atau ketupat. Biasanya, buras menjadi makanan pendamping yang tepat untuk coto Makassar. Tapi, bagi keluarga Pallaia, yang tinggal di Cibinong, Bogor, buras disandingkan dengan rendang asal Minang.

Rendang memang bukan lagi milik orang Minang atau hanya ada di rumah makan Padang. Lihat saja menu hidangan hari raya, hampir pasti rendang menjadi salah satu menu yang difavoritkan, selain opor dan sayur ketupat. Tidak hanya pada Hari Lebaran, pengusaha katering pun selalu memasukkan rendang sebagai salah satu lauk dalam paket menunya. Bahkan, di warung Tegal sekalipun, kita bisa menemukan rendang, meski rasanya agak manis dan tidak terlalu pedas.

Bahkan, kini rendang sudah mendunia. Rendang terpilih menjadi salah satu dari 50 makanan terlezat sedunia dalam survei versi CNNGo.com pada September 2011. Ketenaran ini semakin lengkap setelah perancang suara (sound designer) dari Inggris, Jay Harris, merancang sebuah konsep menawan dalam baluran imajinasi untuk menyampaikan makna filosofis rendang (karyanya bisa dinikmati di www.Jay-Harris.co.uk/Files/Rendang.mp3).

Di tanah kelahirannya, rendang pun dianggap sebagai puncak gastronomi Minang. Ahli waris tahta Kerajaan Pagaruyung, Puti Reno Raudah Thaib, memperkirakan masakan rendang muncul sejak Minang memiliki tradisi upacara batagak penghulu (pengangkatan penghulu atau kepala kaum). “Saat itu bisa beberapa ekor kerbau yang dikorbankan, dan ada kemungkinan agar masakannya tahan lama, dijadikan rendang. Apalagi rendang juga sudah dikenal sebagai makanan adat, atau istilahnya induak samba dan menjadi kapalo jamba (kepala hidangan),” kata Raudah Thaib.

Rendang pun menjadi hidangan yang harus ada di setiap acara adat dan pesta perkawinan. “Sebagai kapalo jamba, ada rendang besar berukuran seperempat kilogram daging yang dihidangkan, dan ini enggak boleh dimakan. Yang boleh dimakan itu rendang yang dihidangkan dan dipotong kecil. Setelah pesta usai, barulah rendang besar ini diiris dan dimakan, karena itu di Payakumbuh dulunya ada rendang kayu, dari sepotong kayu yang besar dan hanya untuk hiasan,” kata Raudah Thaib.

Sebagai salah satu ikon budaya, rendang tidak hanya dinikmati, tapi juga dijaga kemurniannya. Juni lalu, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Barat menggelar Festival Rendang Sumatera Barat ketiga.

Menurut Ade Taufik, ahli memasak rendang dan pemilik usaha Rendang Nikmat di Payakumbuh, meski bahan dasar dan cara membuat rendang hampir sama, hasilnya tergantung lakek tangan (sentuhan tangan) pemasaknya. Ini persis seperti karya seni. Pembuatannya tidak bisa diwakilkan ke orang lain. “Harus satu orang yang menyusun bumbu hingga memasak sampai selesai,” kata Ade, yang dua tahun belakangan menjuarai Festival Rendang.

Rendang adalah proses memasak dengan cara dipanaskan berulang-ulang. Bukan hanya daging sapi atau kerbau, ikan gabus sampai dedaunan pun biasa dibuat rendang. Masyarakat memanfaatkan potensi alam sekitar sebagai bahan baku utama rendang. Masyarakat di pesisir bisa membuat rendang lokan. Sementara itu, masyarakat pegunungan (darek) biasa membuat rendang daun atau buah dan biji dari tanaman di pekarangan rumah mereka.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Versi rendang memang bisa macam-macam. Bahkan, untuk satu jenis bahan baku utama saja, misalnya daging sapi, bisa muncul beragam versi. Ada yang masih agak basah, ada juga yang kering, ada yang berwarna merah menyala, dan yang lain berwarna cokelat kehitaman. Ada yang super-pedas karena banyak memakai cabai rawit, ada pula yang pedas hitam manis dengan tambahan gula jawa.

Namun, secara umum rendang di Minangkabau terbagi dua, rendang dari wilayah darek dan pesisir. Darek adalah daerah-daerah tua tempat asal Kerajaan Minangkabau, seperti Kabupaten Tanah Datar, Agam, Lima Puluh Kota, Payakumbuh, Padang Panjang, dan Bukittinggi. Sedangkan daerah pesisir seperti Pariaman, Padang Pariaman, Kota Padang, Pesisir Selatan, dan Pasaman.

Karena merupakan makanan adat, rendang diyakini berasal dari darek. Menurut Emi Bachtiar, ahli masak dan pengusaha Finna Katering di Padang, rendang sejak dulu biasa digunakan untuk sambal adat. Namun, rendang kemudian berkembang hingga ke daerah pesisir, sehingga rasanya berbeda-beda.

Tiap daerah ini tidak seragam dalam memakai bumbu ataupun cara memasaknya. Daerah darek memiliki bumbu rendang yang lebih sederhana, begitu juga teknik memasaknya. Kesederhanaan rendang darek terlihat pada bumbunya, yang hanya terdiri atas cabai, jahe, lengkuas, serai, bawang merah, bawang putih, daun jeruk purut, daun salam, dan daun kunyit. “Kalau rendang asli darek itu agak manis dan pedasnya dari lada, bumbunya sederhana. Tidak memakai bumbu masakan kambing dan ketumbar seperti sering dipakai pada kebanyakan rumah makan Padang,” kata Emi, yang berasal dari Bukittinggi.

Ini berbeda dengan bumbu rendang pesisir yang kaya rempah, seperti ketumbar dan lainnya. Cara membuat rendang darek juga hanya dengan merebus semua bumbu dan daging dalam santan, diaduk perlahan hingga kuahnya kering. Berbeda dengan rendang Padang atau Pariaman, bumbunya biasa ditumis. Rendang dari Bukittinggi, menurut dia, biasanya dicampur dengan singkong yang dipotong dadu dan telah digoreng, atau talas. Sedangkan pada rendang ayam, campurannya adalah kacang putih.

FEBRIANTI | DIAN YULIASTUTI

Berita Lainnya:
3 Tempat Wisata ''Aneh bin Ajaib'' 

Lantaran Difilmkan, 7 Lokasi Wisata Jadi Terkenal

Agustus, Festival Musik Bambu hingga Layang-layang

Kereta Kuno Jaladara Laris Manis

Hati-hati, Gunung Bromo Rawan Longsor

Bersorak di Lapangan Baseball Gwangju

Wisatawan Lokal Serbu Anyer dan Carita 

Hotel di Senggigi Penuh Tamu Hingga Pekan Depan

Warga Jakarta Suka Piknik di Ragunan

Idul Fitri, Pengunjung Borobudur Membludak  

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


5 Tips Hemat Biaya saat Menonton Konser di Luar Negeri

3 hari lalu

Jewel di Bandara Changi, Singapura. (foto: Jiachen Lin)
5 Tips Hemat Biaya saat Menonton Konser di Luar Negeri

Ada beberapa tips untuk menghemat biaya saat menonton konser di luar negeri


7 Rekomendasi Tempat Kuliner Ramadhan di Bandung yang Kekinian

7 hari lalu

Sudirman Street Food, Bandung. Kuliner malam di Bandung. FOTO/Instagram/sudirmanstreetfood_bandung
7 Rekomendasi Tempat Kuliner Ramadhan di Bandung yang Kekinian

Berikut rekomendasi kuliner Ramadhan di Bandung yang populer dan kekinian. Ada banyak makanan yang bisa dibeli, mulai dari gorengan hingga kolak.


7 Tempat Kuliner Ramadhan di Jakarta yang Ramai dan Lengkap

9 hari lalu

Aktivitas jual beli jajanan di lapak pedagang Bazaar Takjil Ramadhan Benhil di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta, Selasa, 12 Maret 2024. Pedagang musiman di kawasan Bendungan Hilir ini, menjadi salah satu tempat tujuan warga maupun pekerja kantoran untuk berburu makanan takjil buka puasa di bulan Ramadan. TEMPO/ Febri Angga Palguna
7 Tempat Kuliner Ramadhan di Jakarta yang Ramai dan Lengkap

Ada banyak tempat kuliner Ramadhan di Jakarta yang bisa Anda coba. Seperti kawasan Benhil, Pasar Santa, Blok M, hingga Jalan Sabang.


Lamang Tapai Kuliner Khas Minangkabau Bukan Sekadar Makanan, Ini Filosofinya

11 hari lalu

Lamang Tapai. TEMPO/Febri Yanti
Lamang Tapai Kuliner Khas Minangkabau Bukan Sekadar Makanan, Ini Filosofinya

Walau terdengar tidak biasa, memadukan Lemang dengan tapai ketan cukup populer di Sumatra Barat. Penganan ini disebut Lamang Tapai.


Djakarta Ramadan Fair 2024 Dibuka, Warga Ibu Kota Bisa Jajan Takjil hingga Kerajinan

11 hari lalu

Djakarta Ramadhan Fair 2024  di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, dibuka 15-20 Maret 2024. (Kemenparekraf)
Djakarta Ramadan Fair 2024 Dibuka, Warga Ibu Kota Bisa Jajan Takjil hingga Kerajinan

Djakarta Ramadan Fair 2024 menawarkan kuliner dan produk Ramadan, digelar 15-20 Maret 2024.


Merayakan Ramadan Bersama Aryaduta Menteng: Pengalaman Kuliner Tak Terlupakan

16 hari lalu

Hidangan Ramadan Aryaduta Menteng
Merayakan Ramadan Bersama Aryaduta Menteng: Pengalaman Kuliner Tak Terlupakan

Aryaduta Menteng menghadirkan serangkaian pengalaman kuliner Ramadan yang menggugah selera di tiga restorannya yang berbeda


Warung Blayag Mek Sambru yang Legendaris di Bali, Ada Sejak 1967

18 hari lalu

Warung Blayag Mek Sambru (karangasemkab.go.id)
Warung Blayag Mek Sambru yang Legendaris di Bali, Ada Sejak 1967

Warung blayag kaki lima ini telah ada selama 57 tahun dan berhasil mendapat dua sertifikat nasional berkat konsistensinya.


Pertumbuhan Industri Kuliner Semakin Pesat, Intip Rahasia Kue Mengembang Sempurna

18 hari lalu

Ilustrasi adonan kue. Foto: Freepik.com/Azerbaijan_Stockers
Pertumbuhan Industri Kuliner Semakin Pesat, Intip Rahasia Kue Mengembang Sempurna

Pesatnya pertumbuhan ini tak lepas dari masifnya penggunaan media sosial yang mendorong munculnya tren-tren kuliner kekinian.


Mengenal Blayag, Ketupat ala Bali dengan 15 Lauk

18 hari lalu

Blayag, ketupat ala Bali dengan 15 lauk (denpasarkota.go.id)
Mengenal Blayag, Ketupat ala Bali dengan 15 Lauk

Selain untuk dikonsumsi sehari-hari, blayag yang mirip ketupat ini sering digunakan pada upacara adat.


Sambut Ramadan, Ada Pasar Kuliner Jadul Selama Tiga Hari di Halaman Polda DI Yogyakarta

20 hari lalu

Pasar Kangen Wiwitan Pasa di halaman Polda DI Yogyakarta berlangsung 7-9 Maret 2024. (Dok. Istimewa)
Sambut Ramadan, Ada Pasar Kuliner Jadul Selama Tiga Hari di Halaman Polda DI Yogyakarta

Wiwitan Pasa di Yogyakarta menyuguhkan Pasar Kangen, semacam pasar tradisional dengan beragam kuliner jadul dan panggung hiburan.