TEMPO.CO, Jakarta - Terkoreksinya euro dan tingginya kebutuhan akan dolar Amerika Serikat (AS) di akhir bulan membuat rupiah kembali tertekan hingga di atas level 9.550. Belum adanya sentimen positif, baik dari faktor domestik maupun global, membuat tekanan dolar terhadap rupiah masih cukup besar.
Siang ini, Selasa, 28 Agustus 2012, hingga pukul 13.05 WIB, nilai tukar rupiah ditransaksikan di posisi 9.554 per dolar AS yang berarti melemah 20 poin (0,22 persen) dari penutupan kemarin. Melemahnya bursa domestik serta naiknya imbal hasil obligasi pemerintah membuat rupiah kembali terkoreksi.
Analis treasury dari PT Bank Negara Indonesia Tbk, Raditya Ariwibowo, mengungkapkan tingginya permintaan dolar AS di pasar domestik kembali menekan rupiah kendati pencapaian lelang term deposit valuta asing kemarin cukup menggembirakan.
Di pasar non-deliverable forward (NDF) offshore, rupiah dibuka di posisi 9.599-9.613 per dolar AS. “Tingginya permintaan dolar AS oleh importir menjelang akhir bulan akan tetap menekan rupiah,” kata Raditya.
Pernyataan Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, yang mengatakan rupiah akan mencari level keseimbangan baru membuat rupiah masih akan mengalami tekanan. Adanya lelang Surat Utang Negara (SUN) dengan target indikatif Rp 6 triliun hari ini diharapkan bisa memberi tahanan terhadap tekanan dolar AS.
Euro kembali mengalami koreksi hingga di bawah US$ 1,25 setelah sebelumnya sempat menguat hingga ke US$ 1,26 karena kuatnya ekspektasi pelaku pasar terhadap stimulus dari Bank Sentral AS (The Fed). Melemahnya sebagian bursa Asia dan membaiknya perkiraan atas data ekonomi AS yang akan dirilis membuat dolar AS cenderung terapresiasi terhadap enam mata uang rival utamanya.
Indeks dolar AS terhadap mata uang utama dunia menguat tipis 0,053 poin ke level 81,708. Mata uang tunggal Eropa, euro, melemah 0,13 persen ke US$ 1,2483, poundsterling terkoreksi 0,07 persen ke US$ 1,5783, sedangkan yen Jepang menguat 0,24 persen menjadi 78,55 per dolar AS.
VIVA B. KUSNANDAR