TEMPO.CO, Jakarta - Produsen listrik swasta masih menunggu aturan tarif listrik (feed in tariff) baru yang dijanjikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Presiden dan CEO Business Development Indonesia IPR GDF Suez Asia Co., Ltd Jan Bartak berharap pemerintah membuat aturan yang jelas.
"Penerapan aturannya harus jelas bagaimana ini akan berjalan, bagaimana proses tender mendatang untuk mendapat konsesi karena dulu berdasarkan tarif, sekarang berdasarkan hal lain," kata Jan ketika ditemui di Indonesia Infrastructure Conference and Exhibition di Jakarta, Rabu, 29 Agustus 2012.
Jan mengakui kenaikan harga akan menarik investor untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga panas bumi. Saat ini harga pembelian listrik tenaga panas bumi masih relatif rendah.
"Dalam presentasi Japan International Cooperation Agency, ada studi dua tahun lalu yang menunjukkan tarif ideal sebesar US$ 11,7 sen per kilowatt jam. Jadi tarif dalam kisaran itu pantas untuk geothermal," kata Jan.
Jan menyatakan saat ini pihaknya telah memiliki dua perjanjian jual beli listrik pembangkit panas bumi dengan PLN. Tetapi GDF Suez tidak akan merasakan kenaikan harga untuk kedua perjanjian ini.
Baca Juga:
Jan berharap akan memperoleh keuntungan pada proyek pembangkit panas bumi berikutnya. "Kami mencari peluang untuk proyek Geothermal. 2 atau 3 proyek lagi di seluruh wilayah Indonesia," kata Jan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik ketika ditemui di tempat yang sama menyatakan akan segera merilis peraturan soal feed in tariff. Saat ini, menurutnya beleid baru tersebut masih diproses di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. "Minggu ini akan keluar. Siap-siap dalam 2-3 tahun ke depan, harus dahsyat gerakan untuk mengerjakan geothermal ini," kata Jero.
Pemerintah akan menetapkan harga pembelian listrik dari pembangkit panas bumi bervariasi di wilayah-wilayah di Indonesia. Di kawasan Sumatra akan dihargai US$ 10 sen per kilowatt jam, US$ 11 sen per kilowatt jam di Jawa dan Bali, US$ 12 sen per kilowatt jam di Sulawesi bagian Utara dan US$ 13 sen per kilowatt jam di Sulawesi bagian Selatan. Kemudian US$ 14 sen per kilowatt jam di kawasan Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat serta US$ 18 sen per kilowatt jam di kawasan Maluku dan Papua.
Harga pembelian yang terlalu rendah saat ini, maksimal US$ 9,7 sen per kilowatt jam dinilai sebagai salah satu kendala pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi. Pada 2012 pemerintah menargetkan pasokan listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi mencapai 3.442 Megawatt tetapi realisasinya hingga saat ini baru 1.226 megawatt.
Hal ini dilakukan untuk menekan penggunaan bahan bakar minyak pada pembangkit listrik yang lebih mahal. Saat ini dengan kapasitas pembangkit panas bumi 1.226 Megawatt, jumlah bahan bakar yang dihemat mencapai 45.400 barel per hari.
Pemerintah juga menyatakan akan menaikkan harga pembelian listrik dari pembangkit yang menggunakan energi baru dan terbarukan lainnya. Di antaranya pembangkit listrik tenaga air, tenaga surya dan tenaga angin.
Pada akhir 2011, penggunaan energi baru dan terbarukan baru mencapai 5,03 persen dari total konsumsi energi nasional. Pemerintah menargetkan pada 2025 penggunaan energi baru dan terbarukan mencapai 25 persen dari total konsumsi nasional.
BERNADETTE CHRISTINA