TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur diminta mencabut fatwa sesat terhadap keberadaan aliran Syiah. Pencabutan fatwa Syiah sesat dinilai bisa menyelesaikan konflik antaraliran di Sampang, Jawa Timur. "Kalau fatwa Syiah dicabut, bisa menyelesaikan 80 persen persoalan," kata Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Nurcholis dalam diskusi Polemik di Cikini, Sabtu, 1 September 2012.
Menurut Nurcholis, dalam mengatasi konflik Sampang, kepolisian tidak bisa bergerak sendiri. Penegakan hukum, kata dia, mesti dibarengi proses dialog dengan pihak yang berkonflik, yang dimediasi oleh ulama. "Ada banyak tokoh agama yang akan membantu penyelesaian. Apalagi masyarakat Madura itu selama ini takut pada polisi dan ulama," ujarnya.
Nurcholis menyayangkan sikap pemerintah yang sedikit mengabaikan pentingnya dialog dalam menyelesaikan konflik antar-keyakinan. Ia mencontohkan, Menteri Dalam Negeri yang mengetahui betul kondisi dan potensi konflik sejak 2004 lalu namun hanya setahun sekali menggelar dialog. Menurutnya, dalam hal ini pemerintah mesti berposisi sebagai penyelesai masalah.
Cendekiawan muslim, Zuhairi Misrawi, menambahkan, hubungan antaragama dan antaraliran di Madura semula sangat baik. Namun belakangan, ada gerakan sistematis yang seolah-olah ingin merusak keharmonisan hubungan antarumat. Hal itu diperkuat fatwa MUI Sampang dan MUI Jawa Timur yang menyebut Syiah sesat.
Zuhairi menyebut kondisi itu menunjukkan ada politisasi keyakinan, yang kemudian memobilisasi gerakan kekerasan. Apalagi, pemerintah daerah setempat kemudian menjadikan fatwa MUI sebagai dasar kebijakan. Kepala daerah pun sempat menyebut Syiah tidak selayaknya tinggal di Sampang.
Ketua Majelis Ulama Indonesia Amidhan sebelumnya mengatakan, sejauh ini hanya MUI Jawa Timur yang meneken fatwa aliran Syiah sesat. MUI Pusat, kata Amidhan, hingga kini belum meneken fatwa terkait aliran tersebut. "Kami tidak mengeluarkan fatwa Syiah sesat," ujarnya saat dihubungi, Kamis, 30 Agustus 2012.
Amidhan menjelaskan, MUI Jawa Timur mengeluarkan fatwa Syiah sesat pada 21 Januari lalu. Hal itu mengukuhkan fatwa-fatwa dari sejumlah MUI daerah, salah satunya Sampang. "Memang fatwa itu kami lokalisasi untuk daerah Madura dan Jawa Timur," kata dia. MUI Pusat, lanjutnya, belum meneken fatwa karena masih mendalami banyak pertimbangan.
Fatwa Syiah Imamiyyah Itsna'asyriyyah sesat dikeluarkan MUI Sampang setelah melihat perkembangan aliran tersebut, yang meresahkan masyarakat setempat. MUI setempat menilai aliran Syiah tidak pas hidup di Indonesia, khususnya Sampang. Keputusan itu dikukuhkan oleh Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia.
Menurut Amidhan, fatwa MUI Jawa Timur pastilah sudah melewati banyak pertimbangan. MUI Pusat, menurutnya, hanya berharap fatwa tidak dijadikan dasar seseorang atau kelompok mana pun melakukan kekerasan. "Adanya fatwa tidak boleh jadi dasar kekerasan. Itu selalu kami sampaikan, termasuk saat mengeluarkan fakta soal Ahmadiyah," ujarnya.
Akhir pekan lalu, bentrokan kembali terjadi di Dusun Nangkernang, Desa Karanggayam, Omben, Sampang, Madura, Jawa Timur. Aksi kekerasan yang dimulai sejak pukul 11.00 menimbulkan korban jiwa, sejumlah korban luka, dan kerusakan 35 rumah warga yang dibakar.
ISMA SAVITRI
Berita Terkait:
Liputan Khusus Syiah di Indonesia
Siapa Syiah, Siapa Sunni
Mengenal 4 Kelompok dalam Syiah
Persamaan dan Perbedaan Sunni-Syiah
Foto Anak dan Lansia Korban Penyerangan di Sampang
Syiah Imam Dua Belas
Rukun Iman dan Islam dalam Kacamata Syiah-Sunni