TEMPO.CO, Jakarta - Meskipun Komisi Pemberantasan Korupsi terus menangkapi para penilep uang negara, para koruptor tak kunjung jera. Laporan utama majalah Tempo edisi 3 September berjudul "Banggar: Bandar Anggaran" mengungkap hal tersebut.
Tercatat ada 2.000-an ribuan transaksi anggota Dewan disorot oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Menurut Muhammad Yusuf, kepala lembaga itu, baru sekitar seribu transaksi yang selesai dianalisis. Dari situ, muncul sekitar sepuluh nama anggota Dewan yang terindikasi melakukan transaksi mencurigakan. Umumnya mereka adalah anggota Badan Anggaran.
Menurut Yusuf, daftar itu sudah diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi bersama nama-nama yang diduga terlibat perkara Wisma Atlet SEA Games Palembang dan kasus lain. Totalnya ada 18 nama. Yusuf menolak memastikan apakah satu dari 18 pemilik rekening itu Mirwan Amir. "Tanyakan saja kepada KPK," katanya. Ia memastikan jumlah itu akan bertambah karena sekitar seribu transaksi lain masih terus disigi.
Transaksi yang membuat alarm Pusat Pelaporan berdering tak cuma transfer antar-rekening, setor, dan tarik tunai. Mereka yang bertransaksi lewat cek pelawat terpantau pula. Pusat Pelaporan, menurut sejumlah sumber, baru selesai menghitung pencairan Mandiri Traveler's Cheque oleh pejabat negara selama sepuluh tahun terakhir. Akumulasi nilai cek pelawat yang dicairkan sungguh mencengangkan: hampir Rp 20 triliun. Artinya, rata-rata Rp 2 triliun per tahun.
Cek pelawat lebih ringkas. Ketimbang membawa uang satu koper, lebih gampang menenteng satu amplop cek. Toh, atas alasan praktis pula masih banyak yang mengalirkan rasuah atau gratifikasi kepada anggota DPR lewat setor tunai dan transfer. Cara ini dilakukan salah satunya dengan memutar transfer lewat anggota staf atau anggota keluarga atau orang lain untuk menyamarkan transaksi.
Dalam banyak kasus, fulus itu pelicin dalam mengurus anggaran. Kewenangan super DPR dalam penentuan anggaran menyebabkan orang berbondong-bondong ke Senayan. Satu yang telah terungkap adalah kasus alokasi dana pengembangan infrastruktur daerah yang melibatkan anggota Badan Anggaran, Wa Ode Nurhayati.
Nurhayati mengaku memiliki rekening berisi Rp 10 juta dari total kekayaan Rp 5,5 miliar pada 2009. Isi rekeningnya membengkak jadi Rp 50,5 miliar pada September 2011. Sebanyak Rp 6,2 miliar disetor sekitar November 2010. Menurut jaksa di persidangan perkaranya, duit itu merupakan pelicin dari pengusaha agar sejumlah daerah yang "dipesan" menerima kucuran dana infrastruktur. Nurhayati mengatakan duit di rekeningnya hasil usaha dan pindah buku.
Sebagai anggota DPR, Nurhayati semestinya menerima gaji sekurang-kurangnya Rp 51,5 juta tiap bulan. Bila dia ketua komisi, gajinya mencapai Rp 54,9 juta. Dihitung-hitung selama dua tahun dia duduk jadi wakil rakyat, total gajinya jauh di bawah total isi rekeningnya. Di persidangan bahkan terungkap ia mengeluarkan Rp 9 miliar untuk membeli telepon seluler dan pulsa dari satu penjual.
ANTON SEPTIAN | FEBRIANA FIRDAUS | FEBRIYAN | KARTIKA CANDRA (Jakarta), HARRY DAYA | ASEANTY PAHLEVI (Pontianak)
Berita Terpopuler Lainnya:
KPK Dipersilakan Telisik Banggar Soal Transaksi Mencurigakan
Pelaku Transaksi Mencurigakan di DPR Bakal Bertambah
Jokowi: Ada Instruksi Agar Yang di Sana Itu menang
Wanita Ini Bercumbu dengan Pangeran Harry di Vegas
83 Persen Melawan 17 Persen,Jokowi Yakin Menang
Van Persie Cetak Gol Indah, Wenger Kesal
Bandung, Kantong Syiah Terbesar di Indonesia