TEMPO.CO, Jakarta - Pekan ini rupiah akan bergerak di kisaran 9.450 hingga 9.600 per dolar AS. Sedangkan hingga akhir tahun rupiah akan berayun dalam rentang 9.300 hingga 9.600 per dolar AS.
Klara Pramesti, analis Treasury PT BNI Tbk (Persero), mengatakan masih adanya harapan stimulus lanjutan (QE3) mendorong dolar cenderung melemah sehingga rupiah berpeluang berbalik arah menguat mendekati level 9.500 per dolar AS.
Sepanjang Agustus lalu, kondisi global yang masih penuh ketidakpastian serta melebarnya defisit transaksi berjalan membuat rupiah cenderung tertekan hingga mendekati level 9.600 per dolar Amerika Serikat (AS).
Krisis utang di kawasan Eropa yang berkepanjangan dan kekhawatiran terhadap pelambatan ekonomi global membuat dolar AS menguat terhadap mata uang utama dunia maupun mata uang Asia, termasuk rupiah.
Pidato Chairman The Federal Reserve, Ben Bernanke, di Jackson Hole, Wyoming akhir pekan, menjadi pusat perhatian investor karena akan menentukan arah pasar finansial global. Bursa saham Wall Street dan harga komoditas langsung bergerak naik merespon pernyataan Bernanke Jumat lalu.
Dari faktor domestik, melebarnya defisit transaksi berjalan (current account) Indonesia akibat melambatnya kinerja ekspor dan dibarengi dengan meningkatnya impor menjadi sentimen negatif bagi rupiah. Dengan meningkatnya defisit transaksi berjalan suatu negara dibaca oleh pasar bahwa negara tersebut akan mengalami kesulitan untuk membiayai impornya.
Turunnya kinerja ekspor membuat pasokan dolar AS di pasar domestik juga berkurang, sementara kebutuhan untuk impor barang justru meningkat. “Ini yang membuat rupiah melemah hingga menembus di atas level psikologis 9.500 per dolar AS di Agustus,” kata Klara.
Di transaksi pasar akhir pekan lalu, rupiah berhasil menguat 39 poin (0,4 persen) ke level 9.543 per dolar AS. Terdepresiasinya dolar AS terhadap mata uang rival utamanya dan mata uang regional mampu dimanfaatkan oleh rupiah untuk menguat.
Melebarnya defisit transaksi berjalan bisa menggerus cadangan devisa Bank Indonesia (BI), karena tingginya permintaan dolar AS dari korporasi untuk membiayai impor barang serta membayar utang dan bunganya. Tingginya permintaan dolar AS ini juga turut membebani rupiah setelah libur panjang dan menjelang akhir bulan.
“Namun, BI tentukan tidak akan membiarkan mata uangnya melemah terlalu jauh, dan kemungkinan akan menjaga agar rupiah tidak menembus di atas 9.600 per dolar AS. Sebab, bila dibiarkan rupiah bisa melemah lebih dalam lagi,” paparnya.
Membaiknya data ekonomi Amerika Serikat yang dirilis dalam dua pekan terakhir bisa menjadi alasan bagi The Fed akan mengulur–ulur waktu pengucuran stimulus lanjutan.
VIVA B. KUSNANDAR