TEMPO.CO, Bojonegoro - Kekeringan dan krisis air di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, meluas ke 17 kecamatan dari total 27 kecamatan di kabupaten tersebut. Kantong-kantong air, seperti Waduk Pacal, diperkirakan tersisa 700 ribu meter kubik dari total kapasitas 33 juta meter kubik.
Berdasarkan pantauan Tempo, Selasa, 4 September 2012, dari 17 kecamatan yang mengalami kekeringan, yang meliputi 38 desa, juga mengalami krisis air bersih. Jumlah tersebut bisa jadi akan terus bertambah. Sebab, hingga saat ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB) Bojonegoro masih terus mengidentifikasi sejumlah desa yang mengalami krisis air bersih pada musim kemarau tahunan ini.
Kecamatan yang dilanda kekeringan, di antaranya Kecamatan Sugihwaras, Kedungadem, Sukosewu, Tambakrejo, Balen, Kasiman, Ngasem, Baureno, Trucuk, Kepohbaru, Dander, Ngraho, Bubuan, Malo, Tambakrejo, Margomulyo, dan Kecamatan Kedewan.
Kecamatan Sugihwaras, misalnya, meliputi enam desa, seperti Desa Kedungdowo, Kedungrejo, Ngujung, Sugihwaras, Wedoro, dan Desa Alas Agung. Sedangkan di Kecamatan Ngasem terdapat lima desa. Di antaranya Desa Butoh, Tengger, Kolong, Trenggulunan, dan Desa Ngares.
Saat ini, sebanyak 86 embung yang tersebar di 27 kecamatan hampir seluruhnya kering. Begitu juga tujuh anak sungai Bengawan Solo, seperti Sungai Semar Mendem, Sungai Pacal, Sungai Kalitidu, Sungai Kening, Sungai Kunci, dan beberapa anak sungai di Kecamatan Kapas dan Baureno.
Waduk Pacal di Kecamatan Temayang biasanya mampu mengairi lebih dari 12 ribu hektare sawah. Tapi kini waduk peninggalan Belanda yang aliran airnya melintasi enam kecamatan itu terus mengering. “Sebagian waduk sudah kering sejak awal Juli lalu,” kata penjaga pintu Waduk Pacal, Jasmani, kepada Tempo.
Debit air Sungai Bengawan Solo pun juga sudah mengecil. Biasanya, sungai dengan lebar sekitar 100 meter hingga 130 meter itu terisi penuh. Tapi, pada musim kemarau tahun ini, airnya hanya separuh dan sebagian hanya seperempat dari badan sungai.
Untuk mengantisipasi krisis air, pemerintah Bojonegoro telah mengerahkan tim gabungan yang dikoordinasi oleh BPDB. Beranggotakan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Sosial Pemerintah Bojonegoro dan Perusahan Daerah Air Minum (PDAM), juga perusahaan dari kontraktor minyak untuk melakukan pengiriman air di desa yang mengalami kekeringan dan krisis air bersih. Disediakan sekitar delapan mobil tangki yang bergiliran mendistribusikan air bersih.
Kepala Desa Kedungrejo, Kecamatan Sugihwaras, Khoirul Anwar, menjelaskan bahwa warganya sejak Juli lalu terpaksa membeli air bersih Rp 5.000 untuk tiga jeriken. Di desa yang terletak sekitar 28 kilometer dari Kota Bojonegoro tersebut, krisis air bersih dialami 380 kepala keluarga atau 1.300 jiwa. Kantong air, seperti embung, sungai, dan sumur penduduk sudah mengering.
Menurut Khoirul, setiap empat hari sekali, warganya mendapat bantuan air bersih sekitar 6.000 liter dari pemerintah Bojonegoro. Namun jumlah tersebut masih kurang. “Kondisinya parah,” ujarnya kepada Tempo.
Staf BPDB Bojonegoro, Muchtar, mengatakan bahwa permintaan air bersih terus meningkat. Bahkan akan terus bertambah karena jumlah wilayah yang mengalami kekeringan terus meluas.
SUJATMIKO
Berita Terpopuler:
Kisah Kang Jalal Soal Syiah Indonesia (Bagian 6)
Andik Vermansyah Pindah Ke Liga Utama Amerika
Transaksi Gendut Para Politikus Senayan
Polisi Tahan Kuasa Hukum John Kei
Panwaslu: Iklan Televisi Jokowi Masuk Pelanggaran
Jarak Tempuh Sepeda Motor Bakal Dibatasi
Doberman Ikut Jaga Hillary Clinton di Jakarta
Scientology Seleksi Calon Istri Tom Cruise
Calo Penerimaan Pegawai Negeri Diungkap
Jangan Katakan Kalimat Ini ke Anak Anda