TEMPO.CO, Jakarta — Pemerintah Indonesia sedang menyiapkan visi, kerangka, dan prinsip-prinsip Sustainable Development Goals (SDGs). Agenda pembangunan ini merupakan salah satu keputusan penting dari Konferensi Tingkat Tinggi Rio+20 di Brasil, Juni lalu. Selain itu, disiapkan pengganti Millennium Development Goals (MDGs), yang berakhir pada 2015.
“Bapak Presiden menugasi kami merumuskan hal itu,” kata Ketua Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Kuntoro Mangkusubroto, Kamis (6/9) di sela lokakarya bertema “Indonesia and Post-2015 Development Agenda”.
Menurut Kuntoro, sejak pekan lalu pihaknya mengundang akademisi mancanegara untuk menggelar diskusi dan seminar, antara lain penerima Nobel Ekonomi, Eric Maskin, serta ilmuwan dan praktisi ekonomi terkemuka dunia, Kaushik Basu. Selain itu, konseptor ekonomi hijau Pavan Sukhdev dan Sabina Alkire dari Oxford Poverty and Human Development Initiative.
Konsep SDGs nantinya akan disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Sekretaris Jenderal PBB untuk dibahas dalam Sidang Umum PBB pada September 2013. Ban Ki-moon, Sekretaris Jenderal PBB, memang membentuk High-Level Panel of Eminent Persons on Post-2015 Development Agenda.
Dia menunjuk Presiden Yudhoyono, Perdana Menteri Inggris David Cameron, dan Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf sebagai Co-Chair Panel dalam konferensi tersebut. Pada Kamis pekan lalu, berlangsung video-conference co-chair yang dikoordinasikan Sekjen PBB.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Yudhoyono mengangkat kembali gagasan sustainable growth with equity. “Sebagai visi dan kerangka pendekatan yang perlu dipilih dunia demi berhasilnya agenda pembangunan pasca-2015,” kata Kuntoro. Ini merupakan sinergi antara pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial, dan keberlanjutan lingkungan hidup.
Menurut Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Abdon Nababan, pemerintah harus serius mengubah paradigma pembangunan selama ini yang menguras kekayaan alam dan meminggirkan masyarakat. Potret wilayah adat saat ini, ujar dia, penuh dengan izin konsesi pertambangan, perkebunan, dan industri ekstraktif lainnya.
“Harus dilakukan indigenisasi pembangunan, termasuk pengelolaan hutan dan tata guna lahan melalui revitalisasi, rekontekstualisasi empat pilar masyarakat adat,” ujar Abdon ihwal basis pembangunan pasca-2015. Keempatnya adalah identitas budaya, sistem nilai dan pengetahuan, wilayah hidup, serta aturan dan tata kepengurusan hidup bersama.
UNTUNG WIDYANTO