TEMPO.CO, Jakarta - Sikap hati-hati para pelaku pasar menjelang pertemuan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) dan keputusan Pengadilan Tinggi Jerman mengenai dana talangan Uni Eropa membuat tekanan terhadap rupiah kembali meningkat. Kendati dolar AS sendiri sedang terdepresiasi terhadap mata uang utama dunia.
Pengamat pasar uang, Lindawati Susanto, menjelaskan, masih adanya kekhawatiran di Eropa dan pelambatan di Asia membuat mata uang lokal kembali melemah. Meskipun Bank Sentral Eropa (ECB) pekan lalu telah mengumumkan rincian pembelian obligasi pemerintah dari negara kawanan yang dilanda krisis utang mampu mendongkrak euro hingga ke US$ 1,28, tidak serta-merta meredupkan tekanan terhadap rupiah.
Dalam transaksi hari ini, Selasa, 11 September 2012, rupiah ditutup melemah 11 poin (0,11 persen) ke posisi 9.588 per dolar AS. Meningkatnya permintaan dolar AS serta menjelang pertemuan The Fed membuat apresiasi rupiah kembali tertahan.
Pasar menunggu kepastian dari Mahkamah Konstitusi Jerman apakah langkah pembelian obligasi melanggar konstitusi, karena hal ini akan sangat mempengaruhi langkah penyelamatan Eropa secara keseluruhan.
Meskipun ada pernyataan dari Presiden ECB Mario Draghi bahwa bank sentral akan melakukan pembelian obligasi dengan dana tak terbatas untuk tenor pendek 1-3 tahun, belum mampu menghilangkan kekhawatiran para pelaku pasar. “Karena saat ini bukan hanya masalah krisis likuiditas, tetapi juga krisis rasa percaya diri yang harus tetap dijaga,” tuturnya.
Turunnya ekspektasi pasar bahwa The Fed akan segera menyusul langkah Bank Sentral Eropa untuk menggulirkan stimulus agak menghambat apresiasi mata uang Asia, termasuk rupiah. Mereka lebih memilih memegang aset yang dianggap aman, yakni dolar AS, menjelang pertemuan dua hari The Fed yang akan di mulai Rabu besok. Hal ini yang membuat rupiah justru melemah di tengah menguatnya euro terhadap dolar AS.
Indonesia yang bukan negara eksportir sebenarnya diuntungkan saat terjadi krisis utang kawasan Eropa. Ditengah terjadi krisis dan pelambatan ekonomi global, ekonomi domestik masih tetap tumbuh karena tingginya permintaan domestik.
Indeks dolar AS terhadap enam mata uang rival utamanya kembali turun 0,205 poin (0,25 persen) ke level 80,19.
VIVA B. KUSNANDAR