TEMPO.CO, New York - Sebelas tahun berlalu sejak serangan bom terbesar yang menguncang Amerika. Hingga kini kejadian 11 September 2011 masih jadi perbincangan. Bukan soal korban atau pelaku, tapi soal biaya operasional monumen dan museum senilai US$ 60 juta (Rp 574 miliar) per tahun itu.
Laporan dari Associated Press menyebutkan bahwa biaya keamanan untuk kawasan di Ground Zero per tahunnya sekitar US$ 12 juta (Rp 114,9 miliar). Angka yang bisa menghidupi Taman Nasional Militer Gettysburg dan Monumen USS Arizona Memorial di Pearl Habour.
Pada Senin, 10 September, Wali Kota New York, Michael Bloomberg, mengungkapkan bahwa biaya yang besar itu memang diperlukan untuk kemanan. Selain itu kata wali kota yang juga memimpin organisasi nirlaba dari yayasan 9/11, ongkos dibutuhkan untuk menangani jutaan pengunjung tiap tahunnya.
Di Ground Zero, pada Senin lalu, pengunjung kaget mendengar biaya operasional yang jumbo. "Sungguh?" ujar Pat Lee, 57 tahun. Manajer toko waralaba asal Atlanta menyatakan uang tersebut tak ada artinya. "Karena yang penting adalah menjaga ingatan tentang apa yang terjadi."
Kawasan Ground Zero terpusat di situs World Trade Center yang dibangun ulang. Di dalamnya terdapat plaza memorial. Plaza ini memiliki air terjun segi empat. Di bawah air terjun ada museum bawah tanah, tempat artefak para pekerja yang mencoba menyelamatkan diri saat kejadian.
Plaza baru dibuka tahun lalu dan berhasil membuat 4,5 juta orang untuk mampir. Adapun museumnya seharusnya tepat diresmikan pada Selasa, 11 September 2012. Namun karena ada debat dari Yayasan 9/11, otoritas pelabuhan New York dan New Jersey, maka pembangunan dihentikan. Otoritas Pelabuhan mengklaim yayasan 9/11 memiliki utang US$ 300 juta untuk pembangunan infrastruktur dan biaya revisi proyek. Pihak yayasan menolak dinyatakan berutang karena proyek juga ditunda.
Baik Wali Kota Bloomberg dan Gubernur New York, Mariom Cuomo, menyatakan harapannya agar konflik segera berakhir. Hingga kini belum jelas bagaimana yayasan akan menutupi biaya operasional. Selama ini yayasan mendapatkan dana dari biaya tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan donasi individu serta penjualan memorabilia. Pendapatan mereka pertahun US$ 27,8 juta.
Adapun biaya operasional yang dibutuhkan jika museum, plaza, air terjun dan kawasan Ground Zero semuanya dibuka sebesar US$ 60 juta. Yayasan menuturkan mereka akan menghabiskan US$ 12 juta untuk keamanan dan US$ 5 juta untuk air terjun.
Sejumlah keluarga korban bom WTC menyatakan kekecewaannya tentang biaya operasional itu. "Kami hanya ingin monumen sederhana, tapi mereka ingin membuat museum metropolitan," ujar Jim, Riches, pensiunan pemadam kebakaran yang putranya meninggal dalam ledakan di pusat kota New York itu. Namun, ada pula keluarga yang menilai bahwa angka tersebut wajar. "Bagi kami sebagai keluarga korban, itu memang jumlah yang besar. Tapi kalian tahu, serangan 9/11 adalah serangan terburuk dalam sejarah negara kita," kata Lee Ielpi, pensiunan pemadam kebakaran
WASHINGTONPOST|DIANING SARI
Berita lain:
Wanita Yahudi Diimbau Bekukan Sel Telurnya
Bunuh Pacar karena Ditulari HIV
Xanana Akui Bagi-bagikan Proyek ke Temannya
Taliban Ancam Bunuh Pangeran Harry
Warga Amerika Danai Politikus Anti-Islam Belanda
Australia "Buang" Pencari Suaka ke Pulau Nauru