TEMPO.CO, Timika - Ratusan warga suku Amungme melampiaskan kemarahannya di hadapan anggota DPRD Mimika pada Rabu pagi, 12 September 2012.
Kemarahan mereka dipicu oleh pengeroyokan dan penikaman terhadap salah satu warga Amungme, Agustinus Anggaibak, pada 10 September 2012 di Jalan Apel, Satuan Pemukiman 2, Mimika, Papua. Akibat pengeroyokan ini, Agustinus Anggaibak sempat kritis dan dirawat di RS Umum Daerah Mimika.
Selain Agustinus, pengeroyokan oleh sekelompok orang bersenjata panah itu juga dilakukan kepada seorang ibu rumah tangga, Bleskadit, di jalan ke arah Satuan Pemukiman 2. Beruntung, Bleskadit bisa meloloskan diri.
Akibat pengeroyokan ini, puluhan warga Amungme sejak Senin, 10 September 2012 berkumpul di rumah Agustinus Anggaibak, lengkap dengan semua senjata tradisional. Pengeroyokan ini diduga berkaitan dengan pembunuhan terhadap dua warga Kampung Utikini, yakni Zeki Tabuni dan Nius Tabuni, di Kwamki Lama pada 4 September 2012 dinihari.
Salah satu tokoh Amungme, Yohanes Kemong, pada Rabu pagi mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Zeki dan Nius dilakukan warga dari kelompok lain. "Tetapi kenapa orang Amungme jadi sasaran?" kata Yohanes.
Menurut Yohanes, pemerintah daerahlah yang gagal mengendalikan konflik antarwarga di Kwamki Lama, sehingga konflik meluas dan warga yang tidak terlibat jadi sasaran. "Kami dendam bukan mau perang. Kami mau keadilan. Ini ibu-ibu dibunuh, anak-anak dibunuh. Ini bukan perang adat," kata Yohanes.
Menurut Yohanes, perang adat ada aturannya, ada waktu dan wilayahnya."Perang ada aturannya, ada jam, wilayah," kata Yohanes.
Yohanes, mewakili warga Amungme, meminta polisi menangkap pelaku perang di Kwamki Lama. "Tapi ini, pelaku perang ditangkap. Lalu dua tiga hari dilepas. Alasan dorang (mereka) jebol gembok. Tapi tahanan lain tidak lari," kata Yohanes.
Tokoh Amungme lainnya, Nerius Katagamr, meminta warga mengawasi bandara agar tidak ada anggota Dewan dan pejabat daerah yang keluar daerah.
Anggota DPRD Mimika, Karel Gwijangge, di hadapan ratusan warga Amungme mengatakan pihaknya juga menyayangkan sikap pemerintah daerah yang tidak dapat mengatasi konflik warga di Kwamki Lama sehingga warga lain yang tidak terlibat jadi korban.
"Saya juga punya aspirasi yang sama. Kenapa pelaku perang di Kwamki Lama tidak ditangkap?" kata Karel.
Karel juga menyayangkan tidak hadirnya pejabat pemerintah dan Muspida dalam pertemuan yang dijadwalkan pada Rabu pagi, 12 September. "Kapolres datang tetapi terlambat, sedangkan lainnya yang diundang tidak datang," kata Karel.
Warga yang kecewa karena Bupati Mimika Klemen Tinal, Pimpinan DPRD, dan Muspida yang tidak hadir memutuskan untuk menduduki gedung Dewan.
Berkali-kali warga mengancam hendak membakar gedung DPRD dan kantor pemerintah yang masih menjalankan tugas. Warga pemilik ulayat ini meminta pemerintahan di Mimika dibekukan hingga tuntutan mereka dipenuhi.
TJAHJONO EP