TEMPO.CO.
Emma Sri Martini, Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur
PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) didirikan melalui Keputusan Menteri Keuangan Tahun 2009. Berstatus badan usaha milik negara, perusahaan ini merupakan institusi keuangan nonbank yang berfokus pada pembiayaan infrastruktur.
Meski portofolionya masih didominasi oleh sektor kelistrikan, PT SMI bertekad masuk ke proyek-proyek strategis, seperti jalan tol dan proyek kereta api bandara. Perseroan juga ingin mempercepat pembangunan infrastruktur yang masih banyak macetnya.
Direktur Utama SMI Emma Sri Martini menilai banyaknya proyek infrastruktur yang macet disebabkan oleh belum jelasnya komitmen pemerintah. Di kantornya, pada pekan lalu, Emma menerima wartawan Tempo, Angga Sukma Wijaya dan Rosalina.
Bisa dijelaskan lingkup kerja SMI?
Kami bertugas menggarap proyek-proyek infrastruktur yang diatur melalui peraturan Menteri Keuangan. Ada delapan sektor yang kami tangani, yaitu tenaga listrik, transportasi, jalan tol, komunikasi, pasokan air, irigasi, serta distribusi minyak dan gas.
Sumber dana kami berasal dari pemerintah. Tapi, ke depan, kami tidak bisa hanya mengandalkan modal dari anggaran pendapatan dan belanja negara. Kami akan melakukan leverage (mencari utang), bisa dari corporate bond (obligasi korporat), fund raising dari perbankan atau dari multilateral.
Untuk tahun ini, berapa investasi yang dikucurkan?
Komitmen sudah Rp 1,7 triliun. Tapi, dalam sisa waktu kuartal terakhir 2012, insya Allah masih ada Rp 600 hingga Rp 700 miliar lagi yang akan dibuatkan komitmennya. Jadi, total sekitar Rp 2,4 triliun.
Saat ini ada berapa proyek yang digarap?
Semuanya ada 18 proyek yang tersebar di beberapa lokasi di Indonesia. Proyek tidak dibiayai dalam satu tahun, melainkan multiyears. Dari 18 proyek itu, ada juga yang satu debitor punya dua fasilitas untuk dua proyek. Sehingga, kami sudah ikut berpartisipasi kurang-lebih sekitar 20 proyek.
Kebanyakan proyek listrik?
Iya, saat ini sektor kelistrikan mendominasi portofolio kami, karena memang proyek itu yang sudah siap didanai. Tapi sebetulnya ada juga di sektor water supply, oil and gas distribution, telekomunikasi. Jalan juga ada, tapi masih kecil.
Kami sekarang ingin mulai masuk dan mengidentifikasi proyek bandara dan pelabuhan sejalan dengan prioritas Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
PT SMI juga menggarap proyek kereta bandara, apa hambatannya?
Kereta bandara (Manggarai-Bandara Soekarno Hatta) ini masuk public private partnership (kemitraan pemerintah swasta). Persiapannya pasti lama. Kami sudah terlibat sejak November 2011.
Sekarang kami mulai dari awal lagi, dari profil konsultan sampai saat ini due diligence. Hasilnya, proyek ini masih layak. Dalam arti, meskipun jalur selatan sudah ada Peraturan Presiden yang menyebutkan jalur tersebut untuk jalur komuter, tetap tidak akan kehilangan demand.
Sebab, setelah diuji tuntas, konsultan mengatakan dua jalur ini akan melayani tipe penumpang yang berbeda. Jalur komuter untuk para pekerja, seperti pekerja bandara, yang jumlahnya hampir 100 ribu. Sedangkan jalur utara untuk penumpang.
Studi kelayakan sebenarnya sudah setengah mulai, karena sejalan dengan jalurnya. Untuk lima opsi jalur, kami akan gelar workshop pada September ini untuk ditetapkan. Kami ingin meminimalisasi penggusuran dan pembebasan lahan.
Secara umum, apa hambatan pembiayaan infrastruktur di Indonesia?
Sebetulnya, untuk masalah uang, tinggal minta dari investor. Banyak investor yang mengantre. Masalahnya, kita tidak bisa menjajakan proyek yang bagus buat mereka. Sering kali investor yang datang menanyakan proyek. Mereka sudah siap dana Rp 2 triliun, proyeknya mana, kita kelabakan.
Jadi, masalahnya itu bukan pada pembiayaan, karena itu justru yang paling ujung. Masalah yang utama adalah persiapan proyeknya. Kalau misalnya berbicara PPP, pasti ada komponen pemerintahnya. Komitmen pemerintah harus pasti dulu, baru nanti berbicara dengan dukungan regulasi, dukungan fiskal. Pemerintah terkadang suka tidak pasti, mau jalan A, tapi tiba-tiba dibatalkan diganti dengan B. Padahal A ini sudah melibatkan pihak luar.
Pemerintah banyak direpotkan oleh urusan internal. Sebenarnya regulasi sudah cukup bagus, tapi eksekusi yang lambat. Seperti sekarang, undang-undang mengenai lahan sudah ada, peraturan presiden sudah ada, eksekusinya masih belum teruji.
Kita tidak banyak berubah, sedangkan yang lain mulai meningkat dengan penambahan jalan tol. Vietnam sudah bergerak, Malaysia menggeliat, Singapura apalagi.
Pembangunan infrastruktur jangan menunggu masa pemilihan umum. Hal ini yang membuat daya saing kita semakin turun. Makanya, pemerintah sebenarnya sudah sadar, dalam MP3EI fokusnya adalah transportasi dan energi. Karena, faktor ini yang membuat biaya distribusi dan biaya logistik menjadi sangat tinggi, sehingga tidak efisien untuk berinvestasi.
*
Profil
Tempat dan tanggal lahir: Majalengka, 22 Maret 1970
Pendidikan: Sarjana Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung
Karier:
-Direktur Utama PT SMI sejak Februari 2009
-Direktur Keuangan dan Dukungan Kerja PT Perusahaan Pengelola Aset, 2004-2009
-Komisaris PT Trans Pacific Petrochemical Indotama, 2004-2009
-Senior Vice President (2002-2004), Assistant Vice President-Group Head (1998-2001), Badan Penyehatan Perbankan Nasional, dan PT Kustodian Depositori Efek Indonesia/Indonesian Clearing and Depository System (1993-1998)
*