TEMPO.CO, Jakarta - Sikap para pelaku pasar yang berhati-hati menjelang dirilisnya pengumuman dari Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) nanti malam membuat penguatan rupiah kembali tertahan.
Sebagian investor domestik, yang melakukan investasinya hanya untuk jangka pendek, kembali melepas posisi rupiah setelah kemarin berhasil menguat dan kembali memegang posisi dolar AS.
Pengamat pasar uang dari PT Monex Investindo Futures, Yohanes Ginting, mengemukakan, pelemahan rupiah kali ini memang agak anomali. Di tengah terdepresiasinya dolar AS terhadap mata uang utama dunia, mata uang lokal justru melemah.
“Kemungkinan karena dari faktor domestik, di mana permintaan dolar AS dari korporasi masih tinggi seiring meningkatnya biaya impor di tengah berkurangnya pasokan dolar AS dari para eksportir akibat menurunnya permintaan global,” katanya. Melebarnya defisit transaksi perdagangan Indonesia masih menjadi salah satu ganjalan bagi rupiah untuk menguat lebih jauh.
Di transaksi pasar uang hari ini, Kamis, 13 September 2012, nilai tukar rupiah ditutup melemah 9 poin (0,09 persen) ke posisi 9.577 per dolar AS.
Dipertahankannya suku bunga acuan BI Rate di level terendahnya, 5,75 persen, oleh Bank Indonesia tidak mampu memberikan dukungan bagi penguatan rupiah. Dilihat dari kebijakan, bank sentral memang cukup bagus. Di tengah perlambatan ekonomi global, BI tidak harus memangkas suku bunganya. “Sebenarnya ini bagus buat rupiah,” kata Yohanes.
Pasar kemungkinan mengantisipasi bahwa nanti malam The Fed tidak akan mengumumkan kebijakan pembelian obligasi lanjutan sehingga mereka lebih memilih untuk memegang dolar AS. Data ekonomi AS yang tidak terlalu jelek dan menurunnya angka pengangguran menjadi 8,1 persen bisa menjadi alasan bagi Bernanke untuk menunda pembelian obligasi. Dan bila ini terjadi, kemungkinan dolar AS bisa berbalik menguat.
Namun, sebagian ada yang optimistis bahwa Bank Sentral AS akan segera menggulirkan stimulus lanjutan (QE3) mengikuti langkah Bank Sentral Eropa (ECB) pekan lalu. Keprihatinan Bernanke terhadap pasar tenaga kerja dan masih rapuhnya ekonomi AS membuat para investor akan segera mengambil langkah lanjutan untuk mendorong pertumbuhan.
Peluang The Fed untuk mengumumkan kebijakan moneter lanjutan adalah 60 berbanding 40. “Namun, peluang The Fed belum akan mengumumkan stimulus tetap ada,” ucapnya.
Ada kemungkinan The Fed hanya akan melakukan pembelian obligasi pemerintah jangka panjang dan menjual obligasi dengan tenor jangka pendek, seperti yang dilakukan sebelumnya, yang dikenal dengan operation twist. Atau bank sentral akan memperpanjang suku bunga acuannya di level terendahnya untuk jangka waktu yang lebih lama.
Apabila The Fed benar melakukan pembelian obligasi, jumlahnya tidak sebesar sebelumnya, US$ 600 miliar. Sejak terjadi krisis finansial 2008, The Fed telah melakukan pembelian obligasi senilai US$ 2,3 triliun untuk menopang perekonomian AS.
VIVA B. KUSNANDAR
Berita Terpopuler:
Hartati Murdaya Tak Takut Walau Ditembak Mati
Tewas Gara-gara Perbesar Penis dengan Silikon
Alasan Indonesia Terpilih Tuan Rumah Miss World
Meriah Halal Bihalal Jokowi di Kelapa Gading
KONI Minta PSSI Djohar Jangan Seperti Anak-anak