TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Pengembangan Industri Perfilman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Syamsul Lussa mengatakan rencana pembelian jaringan bioskop modern Blitz Megaplex oleh perusahaan CJ CGV, asal Korea Selatan, melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2010.
"Kalau belum boleh dan ternyata tetap masuk kan itu sama saja dengan melanggar," ujarnya saat dikonfirmasi, Kamis, 13 September 2012.
Dalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 tercantum daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal.
Ia menyatakan rencana itu perlu dikaji ulang sebab, berdasarkan keputusan itu, bioskop menjadi salah satu jenis usaha yang termasuk dalam investasi negatif di Indonesia dengan mencabut bidang usaha distribusi film (ekspor, impor, dan pengedaran).
"Intinya kalau masih negatif jangan coba masuk. Kecuali kalau Perpresnya sudah diubah, ya itu silakan Anda menafsirkan," ujarnya.
Syamsul belum mengetahui rencana Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Marie Pangestu terbang ke Korea untuk merealisasikan rencana pembelian itu, namun ia menegaskan rencana itu jelas melanggar peraturan. "Sekali lagi investasi itu (bioskop) masih negatif," tegasnya.
Sebelumnya santer diberitakan, perusahaan milik Harry Tanoesoedibjo MNC berencana membeli Blitz Megaplex, namun belakangan informasi itu menguap dan beralih ke CJ CGV yang akan meminangnya. Bahkan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Marie Pangestu dalam waktu dekat berencana ke Korea merestui transaksi tersebut.
Regulasi di Indonesia tidak membolehkan pemain asing masuk ke bisnis bioskop. Bahkan, akibat larangan investasi asing itu, keinginan Lotte Cinema dari Korea Selatan membangun 100 bioskop pada tahun lalu ditolak pemerintah.
JAYADI SUPRIADIN