TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung mengatakan pihaknya tak bisa menghentikan
berkas dari penyidik Markas Besar Kepolisian yang dilimpahkan ke tahap penuntutan dengan alasan kepentingan umum. Pendapat ini dilontarkan sejumlah pengamat hukum terkait akan bergulirnya kasus simulator kemudi Korps Lalu Lintas Mabes Polri ke Kejaksaan. Komisi Pemberantasan Korupsi juga sedang menyidik kasus itu.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan, M. Adi Toegarisman, menilai pendapat tersebut kurang jelas. "Kami bekerja berdasarkan aturan dalam KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana). Pasal 110 junto 138 KUHAP tidak ada aturan seperti itu," kata Adi saat ditemui Tempo di kantor Kejaksaan Agung, Rabu, 19 September 2012.
Sebelumnya, misalnya, pakar hukum pidana korupsi Universitas Padjajaran, Romli
Atmasasmita, berpendapat Kejaksaan Agung sebenarnya bisa saja menghentikan berkas penuntutan. Dengan alasan kepentingan umum, menurut dia, Kejaksaan bisa menghentikan kasus ini sehingga KPK bisa terus menyidik ketiga tersangkanya. "Bisa saja dihentikan dengan alasan kepentingan umum. Tapi kalau saya, sih, biarkan saja diproses terus. Belum ada
sejarahnya KPK itu kalah dari Kepolisian dan Kejaksaan," katanya.
Dalam KUHAP, kata Adi, tugas Kejaksaan sebagai penuntut umum wajib adalah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dan berkas perkara dari penyidik Polri. Untuk SPDP, Kejaksaan akan menunjuk jaksa untuk bersinergi dan mengikuti proses penyidikan.
Sedangkan untuk berkas perkara dari penyidik, Kejaksaan punya kewajiban untuk meneliti dan menuntut perkara itu. Dalam KUHAP, jaksa memiliki waktu maksimal 14 hari untuk meneliti berkas perkara dari penyidik. Jika berkas dinilai kurang lengkap dari segi formil atau materiil, maka jaksa akan mengembalikan berkas ke penyidik untuk dilengkapi. "Jadi, kami tidak bisa asal hentikan berkas penuntutan," kata Adi.
INDRA WIJAYA