TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian menyatakan akan membatasi aktivitas industri yang beroperasi di Karawang dan Bekasi, Jawa Barat. Direktur Jenderal Kementerian Perindustrian Dedi Mulyadi mengatakan dua kawasan itu nantinya akan difokuskan untuk menampung industri berteknologi tinggi saja.
"Jadi nanti hanya industri yang hi-tech saja yang boleh masuk ke daerah itu," kata dia kepada Tempo, Ahad, 23 September 2012.
Menurut Dedi, tingginya aktivitas industri di Karawang dan Bekasi membuat persediaan air di dua wilayah itu semakin menipis. Karena itu, kata Dedi, pemerintah memutuskan hanya industri berteknologi tinggi saja yang boleh beroperasi di sana. "Karena industri yang hi-tech itu tidak membutuhkan air terlalu banyak," kata dia.
Rencana pengembangan Purwakarta sebagai kawasan industri pendukung Bekasi-Karawang juga akan mulai dibatasi oleh pemerintah. Dedi mengatakan, industri-industri yang memerlukan banyak air, seperti industri tekstil, nantinya akan dikembangkan ke Majalengka, Jawa Barat, dan Boyolali, Jawa Tengah. "Karena industri tekstil itu juga sangat memerlukan air," kata dia.
Pembatasan itu, kata Dedi, mulai diberlakukan tahun ini dan akan terus dipertahankan hingga lima tahun ke depan. "Karena memang persediaan air sudah sangat terbatas," kata di. Meski begitu, dia menjamin industri yang sudah lebih dulu masuk di Bekasi-Karawang tetap bisa beroperasi secara normal.
Pemerintah juga akan mengarahkan pengembangan industri untuk masuk ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Untuk jawa Timur, Dedi mengatakan, industri yang akan difokuskan adalah industri petrokimia. "Contohnya di Gresik yang sudah ada lahannya, lalu juga akan coba diarahkan ke Tuban," ujarnya.
Dedi mengatakan permintaan kawasan industri di Indonesia saat ini banyak ke kawasan Bekasi dan Karawang. Tingginya permintaan itu disebut Dedi membuat harga lahan untuk industri menjadi tinggi dan naik lebih cepat dibandingkan kawasan lainnya. "Otomatis, sesuai dengan hukum supply and demand, tahun 2011 saja sudah terjual 1.250 hektare," katanya.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, harga tanah per meter persegi untuk industri di Bekasi saat ini mencapai US$ 225. Sedangkan di Karawang, harga tanah telah menyentuh angka US$ 150. "Jadi ini sangat tinggi dan bisa membahayakan daya saing kita," ujar Dedi.
Sedangkan harga tanah di Malaysia paling mahal mencapai angka US$ 175. Bahkan, kata Dedi, harga tanah di Cina jauh lebih murah dibanding Indonesia dan Malaysia, yakni US$ 100 per meter perseginya. "Yang lebih mahal dari kita adalah Singapura, yakni US$ 250 per meter persegi, karena lahan mereka juga terbatas," kata dia.
Karena itu, pemerintah saat ini sedang berupaya memfokuskan pengembangan kawasan industri ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Soalnya, kata Dedi, infastruktur di kawasan itu tidak jauh berbeda dengan yang tersedia di Karawang atau Bekasi. "Setelah itu, di luar Jawa, khususnya ke bagian timur Indonesia juga akan dikembangkan industri yang berbasis sumber daya alam karena memang sangat potensial," ujarnya.
DIMAS SIREGAR