TEMPO.CO, Jember - Pemerintah akan melakukan evaluasi terkait informasi banyaknya impor tembakau. Menurut Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan, tembakau impor dari beberapa negara, seperti Cina, Turki, dan India, yang membanjiri pasar Indonesia patut dihentikan. "Lucu, kita biasa ekspor, kok tiba-tiba sekarang impor tembakau. Pasti ada yang salah," katanya di sela kunjungannya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa, 25 September 2012.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan sepanjang Januari hingga Juli 2012, total impor tembakau asal Cina mencapai 45.507,44 ton dengan nilai US$191,4 juta. Indonesia juga mengimpor tembakau dari Turki sebanyak 5.009,2 ton senilai US$31,74 juta, dari India 6.308,02 ton senilai US$23,75 juta, dari Amerika Serikat 2.907,17 ton senilai US$21,43 juta, dari Brazil 2.517,02 ton senilai US$19,15 juta, dan dari negara lainnya dengan total 20.637,26 ton senilai US$94,96 juta.
Keseluruhan nilai impor tembakau selama Januari-Juli 2012 mencapai US$112,78 miliar atau meningkat 13,02 persen dibanding impor periode yang sama tahun sebelumnya US$99,79 miliar. "Makanya harus ada evaluasi secara menyeluruh dan lintas instansi untuk mengatasi soal ini. Tidak bisa dibiarkan terus terjadi," ujar Rusman.
Kementerian Pertanian, Rusman, menginginkan petani tembakau tidak dirugikan dan ikut melestarikan beberapa varietas tembakau yang mempunyai nilai historis, seperti tembakau Deli dan tembakau Besuki Na Oogst. Dua jenis tembakau itu, kata dia, bahkan pernah masuk dalam pelajaran Ilmu Bumi dalam kurikulum pendidikan beberapa tahun lalu. "Dulu dalam Ilmu Bumi terkenal tembakau bahan cerutu itu. Sekarang tembakau Besuki masih bertahan, sedangkan tembakau Deli sudah hampir punah," ucapnya.
Di sisi lain, pemerintah juga tidak menafikan ketentuan badan kesehatan dunia (WHO) bahwa mengkonsumsi tembakau berdampak buruk bagi kesehatan. Karena itu, upaya pembatasan konsumsi rokok dan kawasan-kawasan dilarang merokok tetap akan terus dilakukan. "Bahwa rokok berbahaya, kita setuju. Bicara tembakau harus jelas anglenya. Kalau untuk mempertahankan nilai historis, apa aib, salah atau berdosa? Atau petani menanam tembakau untuk diekspor, kenapa tidak?" tuturnya.
MAHBUB DJUNAIDY