TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum berniat memanggil Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Timur Pradopo terkait dengan kemungkinan keterlibatannya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan simulator surat izin mengemudi. "Presiden masih kunjungan kerja di luar negeri," kata Heru Lelono, Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi dan Informasi, di Jakarta, Kamis, 27 September 2012.
Begitu pula soal Komisi Pemberantasan Korupsi. Heru mengaku hingga kini belum mendengar permintaan dari pimpinan KPK kepada Presiden Yudhoyono untuk memberi penjelasan tentang perkembangan penyidikan kasus simulator. Namun, ia menegaskan dari sisi Presiden, garisnya sudah jelas. "Kalau ini ranah hukum, maka diharapkan penegak hukum dapat bekerja adil dan obyektif," ujar Heru.
Heru meminta KPK menghukum seseorang yang memang terbukti bersalah dan tidak menghukum seseorang yang terbukti tidak bersalah. "Komitmen Presiden jelas terhadap pemberantasan korupsi. Harapannya tentu itu juga menjadi komitmen semua pihak." Namun, Istana berpendapat adanya tanda tangan Kepala Kepolisian RI tidak dapat disimpulkan bahwa Kepala Polri ikut melakukan tindak pidana korupsi.
Jenderal Timur disebut-sebut mengetahui secara pasti soal proyek pengadaan simulator SIM, yang kini sedang bermasalah di KPK. Kasus simulator ini menjerat bekas Direktur Korps Lalu Lintas, Djoko Susilo, sebagai tersangka. Timur yang menandatangani surat penetapan pemenang tender proyek tersebut.
Selain itu, Bambang S. Sukotjo, Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia sebagai pemenang proyek, juga disebut pernah memeragakan alat simulator di depan Timur. Dalam proyek berbiaya Rp 196 miliar itu, KPK mencurigai terjadi penyalahgunaan wewenang sehingga negara merugi sedikitnya Rp 100 miliar.
"Tender barang pemerintah beragam nilainya. Bisa saja seperti pengadaan simulator karena nilai tertentu Kepala Polri harus tanda tangan," kata Heru. Dia meminta komisi antirasuah teliti dalam mengkaji seluk beluk tata laksana pengadaan barang dan jasa ini sehingga tidak salah dalam membuat keputusan.
Kemungkinan terjadinya penyelewengan anggaran biasanya terjadi di pelaksana pengadaan barang tersebut. "Saya pernah lama menjadi manajer konstruksi di sebuah perusahaan konsultan yang tugasnya antara lain mengawasi pelelangan proyek. Penentuan spesifikasi barang sering dibuat multitafsir. Di sinilah yang biasanya terjadi penyelewengan," kata Heru.
ARYANI KRISTANTI
Berita populer:
Hadiah US$ 60 Juta bagi Pria yang Mau Nikahi Lesbi
Kapolri Perintahkan Djoko Susilo Datang ke KPK
Alumni SMA 6 Usulkan Sanksi bagi Kepala Sekolah
AD Tersangka Tawuran Pelajar di Manggarai
Kakek Asal Banyuwangi Naik Haji 21 Kali
Satu Pelajar Tewas Lagi dalam Tawuran