TEMPO.CO, Jakarta - Anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Bahrullah Akbar, menyatakan pihaknya kemungkinan memeriksa penghapusan piutang Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurut dia, pemeriksaan itu dilakukan untuk melihat apakah semua bank layak utangnya dihapuskan.
"Kami hormati keputusan Mahkamah Konstitusi. Tapi harus ditelaah dulu kelayakannya. Itu hampir Rp 87 triliun," kata Bahrullah, Kamis, 27 September 2012.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan terkait uji materi Pasal 4, Pasal 8, dan Pasal 12 ayat (1) UU No 49 Tahun 1960 tentang PUPN (Panitia Urusan Piutang Negara). Mahkamah Konstitusi memutuskan PUPN tidak lagi berwenang menagih piutang badan usaha milik negara (BUMN).
PUPN hanya berwenang menagih piutang negara. MK berpendapat BUMN merupakan badan usaha yang memiliki kekayaan terpisah keuangan negara. Oleh karena itu, kewenangan pengurusan kekayaan, usaha, termasuk penyelesaian utang-piutang BUMN tunduk pada UU No 40/2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).
Bahrullah berpendapat diperlukan tindak lanjut terkait keputusan MK tersebut. Sebab, berdasarkan contoh kasus yang terjadi di luar negeri, penelaahan kelayakan pembebasan piutang kerap dilakukan. "Kami akan pilah-pilah. Jangan sampai ada orang yang memanfaatkan ini. Dihapuskan utangnya padahal mampu bayar," ujarnya.
Ditanya kapan pemeriksaan itu akan dilakukan, Bahrullah menyatakan ada beberapa kemungkinan, yaitu apakah pemeriksaan atas permintaan DPR atau permintaan perbankan. "Bisa saja BPK menjadikan bahan obyek pemeriksaan," katanya.
Sebelumnya, kalangan perbankan menyambut baik keputusan Mahkamah Konstitusi soal piutang bank pelat merah. Direktur Keuangan Bank Tabungan Negara (BTN), Saut Pardede, misalnya, mengungkapkan bahwa keputusan ini membantu bank BUMN untuk bisa memiliki level of playing field yang sama dengan Bank non-BUMN.
Ia menyatakan sudah ada rancangan undang-undang tentang piutang negara yang juga diinisiasi oleh pemerintah. "Kita tunggu persetujuan DPR tentang hal yang sama," ucapnya, Selasa lalu.
Adapun soal besar haircut yang mungkin diterima debitor, kata Saut, akan disesuaikan dengan besaran kredit, kemampuan membayar nasabah dan kemampuan Bank itu sendiri. "Dengan fasilitas ini, sebaiknya prioritas untuk golongan UKM sehingga diharapkan bisa bangkit kembali setelah mendapat fasilitas ini," ujarnya.
ANGGA SUKMA WIJAYA
Berita lain:
Bea Cukai Beli Anjing Pelacak Rp 450 Juta
2015, Instalasi Listrik ke Malaysia Terpasang
Tingginya Permintaan Dolar AS Lemahkan Rupiah
Harga Perkantoran Ciputra Naik 55 Persen
BPK: Jamsostek Tak Efektif Salurkan Dana Pensiun