TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pertanahan Nasional yakin keluarnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum bakal mempercepat pembangunan nasional. Secara lebih spesifik, beleid yang diperkuat dengan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 ini dinilai akan mempermudah penyelesaian pembangunan ruas tol yang sering kali terhambat.
“Pembangunan ruas tol yang sering kali terhambat hingga empat tahun akibat pembebasan lahan bisa dipersingkat maksimal menjadi hanya 480 hari,” ujar Direktur Pengaturan dan Pengadaan Tanah Pemerintah BPN Noor Marzuki, Kamis, 27 September 2012.
Pembebasan lahan versi aturan baru ini terdiri dari empat tahap yakni perencanaan, persiapan, pelaksanaan, sampai dengan penyerahan hasil. Masing-masing tahap tersebut sudah memiliki jangka waktu tertentu.
"Pokoknya kalau lokasi pembebasan sudah disetujui, pembangunan bisa langsung jalan. Tidak akan ada lagi hambatan. Kecuali keberatan ada pada masa penentuan lokasi, tidak pada kesepakatan harga ganti rugi," ujar Noor.
Namun, sayangnya dua kebijakan itu berlaku surut. Setiap proses pembebasan yang sudah berlangsung sebelum undang-undang berlaku tetap menggunakan peraturan lama.
Dalam Undang-Undang disebutkan, peraturan lama dibatasi hanya hingga 31 Desember 2014. Artinya, jika proses pembebasan lahan belum juga rampung melewati batas waktu itu maka seluruh proses harus diulang dari awal dan menggunakan undang-undang baru.
Aturan pengadaan tanah yang baru ini diyakini Noor lebih demokratis karena masyarakat bisa menuntut ganti rugi sesuai yang diinginkan. Harga tanah yang akan dibebaskan tidak lagi mengaju pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tapi diserahkan pada jasa penilai independen sesuai kriteria.
"Setelah diputus lokasinya oleh tim BPN lalu akan dinilai harga tanahnya. Jika masyarakat keberatan dengan harga tanahnya maka bisa mengajukan gugatan ke pengadilan negeri," kata dia.
Masyarakat juga bisa menentukan jenis ganti rugi yang diinginkan berupa relokasi lahan, berbentuk ganti rugi uang, saham atau kesepakatan lain sepanjang bisa dinilai oleh jasa penilai independen. "Ini sebagai salah satu bentuk pengawalan dari pemerintah agar masyarakat yang tanahnya dibebaskan tidak terjadi kemiskinan.”
ROSALINA