TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pembentukan lembaga baru implementasi dari Rancangan Undang-undang (RUU) Pangan dianggap tidak efektif. Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Indonesia Franky Sibarani menyatakan pembentukan lembaga baru hanya membebani anggaran negara di masa depan.
"Hanya pemborosan saja, kenapa tidak mengoptimalkan lembaga yang ada saat ini," ujarnya ketika dihubungi, Kamis, 27 September 2012.
Ia menilai pembentukan lembaga baru dikhawatirkan semakin membebani anggaran belanja negara, sebab di samping memerlukan sumber daya manusia dan anggaran yang tidak sedikit, keberadaannya belum tentu berdampak pada regulasi menjaga stabilitas pangan. "Belum tentu bakal semakin membantu dalam kebijakan pangan.”
Pembentukan lembaga itu menuntut perampingan lembaga pengatur pangan, namun dalam kenyataannya hal itu tidaklah mudah. "Nantinya malah kontradiktif. Yang seharusnya mengatur kebijakan pangan malah sibuk membahas lembaga," kata Franky.
Franky berharap pembahasan RUU Pangan segera diteken pemerintah sehingga mampu menelurkan kebijakan strategis dalam melindungi pangan nasional. "RUU-nya memang perlu, tapi tidak harus dengan mengganti lembaganya.”
Saat ini pembahasan RUU pangan yang dibahas DPR bersama pemerintah telah memasuki tahap akhir. RUU pengganti UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan ini diharapkan bisa selesai sebelum akhir tahun ini.
Firman Soebagyo, Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat sekaligus salah satu Pimpinan Panitia Kerja RUU Pangan, menambahkan, pembentukan lembaga baru justru dibutuhkan untuk memangkas kesemrawutan dalam penyediaan dan distribusi pangan saat ini. "Justru dengan lembaga ini bakal memupus kartel dan mafia pangan," katanya.
DPR dan pemerintah telah menyepakati lembaga baru pangan yang independen langsung di bawah koordinasi Presiden. Selama ini pengelolaan pangan masih mengikuti mekanisme pasar yang dikuasai kalangan swasta. "Akhirnya seperti ini harga mahal, pasokan sulit sebab swasta yang mengatur," ujarnya.
Ia berharap keberadaan Perusahaan Umum Bulog nantinya bisa dilebur dalam lembaga baru itu serta berubah fungsi untuk dikembalikan sebagai buffer stock sejumlah bahan pangan. "Soal namanya saya lebih setuju Bulog saja, cuma jadi badan yang langsung di bawah Presiden," ucapnya.
Rencananya RUU pangan bakal segera disahkan pemerintah Oktober mendatang. "Ada sedikit pasal dan masukan yang belum dimasukkan, mungkin tidak lama lagi disepakati," kata Firman.
JAYADI SUPRIADIN
Berita lain:
Bea Cukai Beli Anjing Pelacak Rp 450 Juta
2015, Instalasi Listrik ke Malaysia Terpasang
Tingginya Permintaan Dolar AS Lemahkan Rupiah
Harga Perkantoran Ciputra Naik 55 Persen
BPK: Jamsostek Tak Efektif Salurkan Dana Pensiun