TEMPO.CO, New York - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Hillary Clinton, mengatakan negaranya akan melonggarkan larangan impor pada barang-barang asal Myanmar. Larangan ini merupakan bagian dari embargo AS atas junta militer Myanmar di masa lalu.
Clinton mengumumkan langkah itu dalam pertemuan dengan Presiden Myanmar, Thein Sein, di Majelis Umum PBB. Dia mengatakan langkah ini sebagai bentuk pengakuan atas "kemajuan lanjutan menuju reformasi" di negeri itu. Akan tetapi, embargo senjata tetap diberlakukan.
"Kami berharap ini akan memberikan lebih banyak kesempatan bagi orang-orang Anda untuk menjual barang-barang mereka ke pasar kami," kata Clinton.
Sebelumnya, ketua parlemen Myanmar mengatakan kepada BBC bahwa reformasi negaranya adalah "tidak dapat diubah". Shwe Mann, tokoh kuat dalam politik Myanmar, mengatakan pemerintah bermaksud untuk mendirikan sistem multipartai yang demokratis serta memberlakukan ekonomi pasar.
Dia menggambarkan hubungan yang baik dengan pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi, tokoh demokrasi yang sebelumnya menjalani tahanan rumah selama 15 tahun. "Dia bukan musuh saya," katanya. "Kami berdua ingin melayani kepentingan negara dan rakyat."
Shwe Mann kini memainkan peran sentral dalam memetakan masa depan dan secara luas dipandang sebagai calon presiden masa depan.
Presiden Thein Sein disebut-sebut sebagai tokoh yang berperan membawa Myanmar menuju transformasi setelah lima dekade berada di bawah pemerintahan militer. Thein Sein masih menghadapi oposisi di dalam militer Birma untuk reformasi politik.
BBC | TRIP B
Berita Terpopuler:
DPR Terbelah Jika Kapolri Dipanggil KPK
Ini yang Akan Terjadi Jika Jendela Pesawat Dibuka
PDIP Tak Setuju Protokol Antipenistaan Agama SBY
Bulan Madu PDIP dan Prabowo di Ujung Tanduk
DPR Pertanyakan Konflik Menhan dan Jakarta Post