TEMPO.CO , Jakarta:Vinie, murid kelas enam di Sekolah Anak Jalanan terlihat senang ketika ada tiga laptop di ruangan kelasnya. Ia lebih senang karena laptop-laptop itu terkoneksi dengan jaringan internet. "Saya belum pernah main internet," kata Vinie yang masih mengenakan pakaian tradisional daerah Aceh di lokasi sekolahnya, Jl Kakap, Penjaringan Jakarta Utara, Kamis, 27 September 2012.
Vinie dan beberapa temannya baru saja menghibur teman-temannya dalam acara launching Smartfren di bawah kolong jembatan. Tidak hanya Vinie, murid kelas lima SD Anggi dan 117 murid lain pun antusias dengan internet yang terpasang di sekolah kawasan padat penduduk itu.
Salah satu operator penyedia jasa telekomunikasi berbasis teknologi CDMA, Smartfren, menyediakan tiga laptop dengan akses jaringan internet dalam program Corporate Social Responsibilitynya. Perusahaan ini memberikan gratis koneksi internet tanpa batas selama setahun untuk sekolah anak jalanan di sekitar kolong jembatan.
Vice President Program Smartfren, Henky S. Chahyadi, menyayangkan internet masih langka di wilayah ibu kota, khususnya bagi warga kelas menengah ke bawah. Padahal, internet sudah menjadi barang penting, khususnya di kota besar seperti Jakarta. "Dengan adanya internet ini, diharapkan dapat tercipta komunitas sosial yang cerdas di wilayah ini," katanya.
Warnet sekolah ini didirikan di Sekolah Anak Jalanan. Seperti namanya, sekolah ini hanya untuk anak-anak jalanan dari keluarga kurang mampu di kolong jembatan wilayah Pluit Penjaringan. Sekolah yang sudah ada sejak tahun 2001 ini didirikan oleh Reinhard Hutabarat yang juga kepala Sekolah Anak Jalanan.
Menurut Reinhard, sekolah ini didirikan setelah ia ikut kegiatan sosial pembagian beras miskin. Ia tersentuh melihat anak-anak jalanan di kolong jembatan atau lampu-lampu merah yang mengais rezeki pada jam sekolah. Ia pun mendirikan sekolah di kolong jembatan. Namun karena digusur terus-terusan, ia menyewa sebuah rumah tingkat satu berukuran 4x6 meter saja.
Di ruangan kecil bercat biru itu, ia beserta empat staf gurunya mengajar ratusan anak-anak itu. Selain pelajaran formal, mereka mengajar pelajaran seni seperti seni tari dan bernyanyi secara bergantian. Masing-masing murid tidak dapat sekolah secara penuh. Mereka rata-rata belajar selama satu setengah jam saja. "Kami mengajar secara bergantian dari TK hingga kelas 6 SD dari pukul 7.30 hingga pukul 15.00," kata Reinhard.
Sekolah yang juga memiliki perpustakaan kecil di halamannya ini didanai oleh para donator-donatur lepas. Walau tertatih-tatih mencari donatur, Reinhard bangga terhadap anak muridnya. Beberapa siswanya sudah lulus SMA. Ada juga yang bekerja di sebuah stasiun TV swasta. Walaupun belum ada siswanya yang mencicipi bangku kuliah. "Cita-cita saya agar anak-anak ini bisa masuk universitas," dia berharap.
MITRA TARIGAN
Berita Terpopuler
Alumni SMA 6 Usulkan Sanksi bagi Kepala Sekolah
AD Tersangka Tawuran Pelajar di Manggarai
Remaja Pembacok Alawy Tertangkap di Yogyakarta
Satu Pelajar Tewas Lagi dalam Tawuran
FR Pernah Terlibat Kasus Tawuran 2011