TEMPO.CO, Sidney - Harga minyak mentah berjangka diperdagangan elektronik Asia kembali melanjutkan tren kenaikan di tengah kekhawatiran memanasnya suhu geopolitik terkait masalah nuklir Iran.
Harga minyak mentah berjangka untuk pengiriman bulan November diperdagangan di sesi Asia kembali menguat 63 sen (0,58 persen) menjadi US$ 92,43 per barel.
Diperdagangan Bursa Komoditas New York Kamis kemarin, harga minyak berhasil melonjak 2,08 persen menjadi US$ 91,85 per barel setelah Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu menyampaikan kekhawatirannya kepada Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tentang rencana nuklir Iran.
Teheran tetap mempertahankan program nuklirnya dan telah mengancam lebih dari sekali untuk menutup jalur pengiriman minyak utama dunia di Selat Hormuz. Embargo telah dilakukan oleh Amerika Serikat dan Eropa terhadap minyak produksi Iran yang telah berlaku sejak Juli lalu.
Melemahnya nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama dunia juga turut memberikan dukungan bagi kenaikan harga minyak di pasar Asia siang ini. Indeks dolar AS terhadap enam mata uang rivalnya turun ke level 79,437 dari posisi penutupan pasar AS di 75,56.
Turunnya nilai tukar dolar mendorong peningkatan investasi di minyak mentah. Sebab, harga minyak akan menjadi lebih terjangkau bagi pemegang mata uang lainnya.
Harga bensin naik 1 sen (0,3 persen) menjadi US$ 3,15 per galon, demikian pula dengan harga minyak pemanas juga naik 1 sen (0,2 persen) menjadi US$ 3,16 per per galon. Sedangkan harga gas untuk kontrak bulan November turun 0,03 persen menjadi US$ 3,3 per mBtu.
MARKETWATCH | VIVA B. KUSNANDAR