TEMPO.CO, Jakarta - Setelah dikerjai seorang peretas bernama "Moslem Hacker" jelang siang tadi, laman situs film The Act of Killing sudah kembali normal. Laman situs ini bisa diakses pada jam 15.51.
Joshua Oppenheimer, sutradara film ini, membenarkan seseorang telah meretas laman situsnya.”Memang betul, tetapi saya meragukan hal ini karena alasan konten film ini,” ujar Joshua kepada Tempo melalui surat elektronik.
Menurut Joshua, si peretas laman situs adalah orang yang sama yang meretas sebuah situs milik seorang psikoterapis di Swedia. “Sekarang sudah bisa dibuka dan kami mengambil langkah pengamanan yang lebih baik,” ujar sutradara kelahiran Texas ini.
Sebelumnya, laman situs ini bergambar patung ikan raksasa dan beberapa perempuan berpakaian merah jambu menari. Namun kemudian saat diretas, laman situs berwarna hitam dengan tulisan berbahasa Inggris, Arab, dan gambar gagang pedang menusuk tengkorak bergambar bendera Israel. Ada pula gambar bendera Israel terbakar di bagian bawah.
Film The Act Of Killing ini bercerita tentang kisah tukang jagal pada saat ramai peristiwa G30S pada 1965, bernama Anwar Congo. Dia semula preman bioskop, lalu menjadi penjagal mereka yang terlibat PKI. Dia dan teman-temannya menggambarkan kegiatan itu dalam sebuah proyek film dengan judul Arsan dan Aminah. Anwar sendiri menulis naskah dan ikut bermain dalam film itu. Anwar kini menjadi sesepuh organisasi massa pemuda di Medan.
Film ini telah menarik simpati dari masyarakat perfilman. Film yang dibuat Joshua ini merupakan film dokumenter berbahasa Indonesia dan berdurasi 149 menit. Proses produksi film ini dilakukan di Medan dalam kurun waktu yang cukup lama antara 2005-2011.
Tempo juga akan menurunkan laporan tentang film ini sebagai bagian dari laporan khusus pada majalah Tempo edisi mendatang. Kritikus budaya dan sejarawan Ariel Heryanto akan menuliskan resensi film ini, melengkapi penelusuran Tempo ke Medan dan beberapa tempat lain.
DIAN YULIASTUTI | KURNIAWAN