TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi bisa meminta bantuan Tentara Nasional Indonesia untuk memanggil paksa tersangka korupsi simulator ujian SIM Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Menurut pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Andi Hamzah, hal ini sudah diatur dalam Pasal 413 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
“Seorang Komandan Angkatan Bersenjata yang menolak atau sengaja mengabaikan untuk menggunakan kekuatan di bawah perintahnya ketika diminta oleh sipil yang berwenang menurut undang-undang, diancam dengan pidana penjara selama empat tahun,” ucap Andi ketika membacakan bunyi pasal tersebut, Sabtu, 29 September 2012.
Menurut Andi, sebenarnya KPK bisa meminta bantuan pihak kepolisian untuk memanggil paksa Djoko Susilo. Namun ia melihat, dalam kasus suap simulator ini, kepolisian sulit berkoordinasi dengan lembaga antirasuah itu karena terkait kasus pejabat tinggi di institusinya.
Pengacara Djoko Susilo, Hotma Sitompul, mengatakan KPK tidak bisa langsung memanggil paksa kliennya. Tim kuasa hukum telah mengirimkan surat alasan absen dari panggilan pemeriksaan pertama. “Seharusnya KPK membalas surat kami dahulu baru mememanggil untuk yang kedua,” ucap Hotma. Balasan yang dibuat oleh KPK, kata dia, harus mengklarifikasi pemanggilan KPK ihwal kasus dugaan korupsi pengadaan simulator ujian SIM tersebut.
Mencermati hal ini, Andi mengatakan tidak perlu KPK membalas surat dari kuasa hukum mantan gubernur akademi polisi itu. Status Djoko Susilo, kata dia, sudah tersangka dan bukan saksi lagi. “Misalnya mau meminta keterangan perampok, kemudian perampok mengirim surat, apakah polisi akan membalasnya dengan surat juga?” ujarnya.
Djoko telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak akhir Juli karena diduga menyalahgunakan wewenang sehingga merugikan negara sebesar Rp 100 miliar. Namun, kasus tersebut kemudian menjadi rebutan KPK dan kepolisian karena tak lama berselang polisi pun menyidik kasus tersebut dan menetapkan empat tersangka.
SUNDARI