TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik, Satwiko Darmesto menyatakan surplus yang terjadi saat ini bukan karena kinerja ekspor yang membaik, namun karena penurunan impor bahan baku dan bahan penolong. "Kondisi Eropa belum menunjukkan perbaikan. Batu bara dan CPO terus mengalami penurunan. Jadi masih krisis sebetulnya," katanya kepada wartawan, Senin 2 Oktober 2012.
Menurut Satwiko, asalkan tren impor tetap menurun, peluang surplus hingga akhir tahun 2012 masih terbuka. "Tapi sampai seberapa jauh penurunan impor, ini yang harus dilihat," katanya. Menurut dia, penurunan impor saat ini lebih dikarenakan karena stok pada masa lebaran mencukupi dan pekerja libur. "Apakah bahan baku impornya itu tetap tinggi setelah lebaran, itu yang jadi pertanyaan kita," katanya.
Jika dilihat dari tahun sebelumnya, Satwiko menjelaskan, pasca lebaran impor langsung mengalami kenaikan. Namun, hal itu juga diimbangi dengan tingginya nilai ekspor. Menurut Satwiko, kinerja ekspor tahun ini kemungkinan akan lebih buruk dibandingkan tahun sebelumnya.
Satwiko menyatakan, ekspor Indonesia saat ini baru mencapai US$ 127 miliar dan kemungkinan pada akhir tahun hanya akan meningkat hingga US$ 187 miliar. "Jadi ekspornya kemungkinan lebih rendah dari tahun lalu. Tahun lalu, kan, paling tinggi itu US$ 203 miliar," katanya.
Sebelumnya, BPS mencatat neraca perdagangan pada Agustus 2012 surplus sebesar US$ 248,5 juta. Kepala BPS, Suryamin, menyatakan nilai ekspor pada Agustus tercatat sebesar US$ 14,12 miliar dan nilai impor sebesar US$ 13,87 miliar.
Namun, terjadinya surplus bukan berarti kondisi perdagangan sudah mengalami perbaikan. Berdasarkan catatan BPS, nilai ekspor pada Agustus 2012 mengalami penurunan sebesar 12,27 persen dibanding bulan sebelumnya yang sebesar US$ 16 miliar. Dibandingkan Agustus 2011, catatan ekspor itu mengalami penurunan sebesar 24,30 persen.
Hal itu disebabkan menurunnya ekspor nonmigas sebesar 14,49 persen, yaitu dari US$ 13,17 juta menjadi US$ 11,263 juta. Penurunan juga terjadi di ekspor migas sebesar 2,30 persen dari US$ 2,919 juta menjadi US$ 2,852 juta.
Sementara itu, nilai impor pada Agustus 2012 juga turun US$ 2,487 juta atau 15,21 persen dibanding Juli 2012. Hal ini disebabkan besarnya penurunan impor nonmigas sebesar US$ 3,038 juta atau 22,35 persen. Sedangkan impor migas mengalami kenaikan sebesar US$ 551,2 juta atau 19,97 persen.
ANGGA SUKMA WIJAYA
Berita Terpopuler
Wika Bangun Jalan di Brunei Darussalam
Al-Qaeda Indonesi Gunakan Peledak Nitrogliserin
Penyatuan Tiket dan Pajak Bandara Berlaku Hari Ini
Menteri Hatta Dukung Proyek Monorail Dilanjutkan
Inflasi September Terkecil dalam 5 Tahun Terakhir