TEMPO.CO, Cilacap - Ketua Koperasi Unit Desa Mina Saroyo Cilacap, Untung Jayanto, mengatakan, dulu sekitar 1972 masih banyak ditemukan hiu. Bahkan hiu berenang hingga muara sungai. Hiu juga terdapat di mangrove saat mereka akan beranak pinak. Nelayan biasa secara tidak sengaja menangkap hiu di perairan pantai.
Untung menyebutkan bahwa semua jenis hiu dulu ada di perairan Cilacap. Berkembang mitos bahwa hiu cukup akrab dengan masyarakat Cilacap. Setidaknya, hal itu ditandai dengan adanya berbagai patung dan ornamen hiu di pendopo Kabupaten Cilacap. Bahkan, di semua pintu gerbang menuju pendopo ada ornamen hiu. Keberadaan hiu mulai berkurang sejak akhir 1970-an. Selain semakin banyaknya industri besar masuk Cilacap, jumlah hutan mangrove di Cilacap semakin menurun akibat penebangan.
Untung menyebutkan, awalnya, masyarakat hanya menangkap hiu sebagai sampingan. Nelayan setempat biasanya menangkap ikan tuna dan bawal. “Saat ini, ada beberapa nelayan yang secara khusus memburu hiu sebagai target utama,” kata Untung, Kamis, 27 September 2012.
Mereka, kata dia, menggunakan kapal besar dengan ukuran minimal 30 gross tonnage. Untuk berburu hiu, nelayan sampai ke perairan dekat Pulau Christmas, Australia, perairan Jawa Timur, hingga ke perairan dekat Aceh. Semua itu merupakan kawasan perairan zona ekonomi eksklusif karena hiu di daerah perairan dekat sudah tak ada lagi.
Captures Fisheries Coordinator di World Wildlife Fund (WWF) Indonesia, Abdullah Habibi, mengatakan, WWF sudah melakukan survei perburuan hiu di Indonesia. “Ada 13 lokasi yang kami survei bersama Yayasan Taka,” kata Habibi.
Dia menambahkan, Cilacap menjadi salah satu daerah yang ikut mereka survei karena perburuan hiu cukup marak oleh nelayan Cilacap. Selain itu, nelayan di Lombok dan Bali disebutnya sebagai pemburu utama. Habibi mengatakan, secara umum, hasil tangkapan semua jenis ikan mulai mengalami penurunan, termasuk ikan hiu, yang banyak dicari siripnya untuk dibuat sup. “Stok hiu di lautan hampir habis,” katanya.
Masih menurut Habibi, jika hiu sampai punah, hal itu akan sangat membahayakan ekosistem laut. Hiu merupakan top predator pemakan ikan-ikan kecil yang sedang sakit. Jika ikan hiu habis, ikan kecil akan menghabiskan produsen di laut.
Menurut dia, perburuan hiu saat ini dipengaruhi budaya massa yang menganggap sirip hiu sebagai ikon kemakmuran. Orang kaya baru, kata dia, akan naik citranya jika sudah memakan sirip hiu.
Habibi mengatakan, dulu, ikan hiu bukan merupakan target utama tangkapan nelayan. Tapi, saat ini, akibat mahalnya sirip hiu, nelayan menjadikan hiu sebagai ikan tangkapan utama. Menurut dia, dari hiu yang tertangkap saat ini, 70 persen di antaranya merupakan ikan tangkapan sampingan nelayan. “Idealnya, tangkapan sampingan nelayan yang memperoleh hiu hanya 5 persen,” ujarnya.
Adhitya Kusuma Wardana, Community Development di Yayasan Taka Semarang, Jawa Tengah, mengatakan, hiu yang ditangkap nelayan bukan hanya yang sudah dewasa. Hiu kecil juga menjadi sasaran nelayan. “Semua ukuran ada, baik yang masih bayi maupun yang sudah dewasa,” katanya. Beberapa hiu yang ditangkap di antaranya hiu martil. Ada juga hiu botol dan hiu dari laut dalam.
ARIS ANDRIANTO
Berita Lainnya:
Gelombang Tinggi, Nelayan Belawan Tak Melaut
Nelayan Cilacap Panen Ikan Agustus Ini
Pencarian Tiga Nelayan Raja Ampat Terhambat Ombak
Papua Nugini Bebaskan 16 Nelayan Indonesia
Juru Tikam Paus Nyaris Tewas Diseret Pari