TEMPO.CO, Jakarta - Suara anggota Komisi III DPR terbelah soal rencana revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Terutama terkait pengunduran diri 22 anggota kepolisian dan pengangkatan mereka sebagai penyidik partikelir Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sebagian anggota Komisi Hukum memandang perlu ada perubahan sejumlah pasal di Undang-Undang KPK untuk mengangkat penyidik KPK. Sebagian lain menyatakan tak perlu karena Undang-Undang KPK bersifat lex spesialis.
Ketua Komisi Hukum DPR Gede Pasek Suhardika berpendapat perlu adanya perubahan Undang-Undang KPK untuk menegaskan bahwa KPK bisa melakukan pengangkatan penyidik. Alasannya, dalam undang-undang yang ada saat ini, KPK hanya bisa mengangkat penyidik, bukan membentuk penyidik.
"Mengangkat ini bukan berarti membentuk. Mengangkat ini artinya mengangkat. Kalau membentuk mengacu di pasal lain itu larinya ke KUHAP yang mengatur soal penyidik itu hanya polisi, jaksa, dan penyidik PNS. Dalam posisi ini masih ada konflik norma dan kekosongan norma. Yang konflik harus dipertegas, yang kosong harus diperjelas," katanya.
Karena itu, menurut dia, revisi Undang-Undang KPK harus menegaskan soal penyidik ini. Dia mengatakan, pasal ini akan memperkuat posisi KPK. Meskipun usulan soal ini belum masuk dalam draf revisi Undang-undang KPK yang ada, Pasek mengusulkan agar pasal ini dimasukkan dalam pembahasan nantinya.
"Seandainya Undang-Undang KPK direvisi, penyidik inilah salah satu yang harus dipertegas dan diperjelas, bukan soal penyadapan. Penyadapan itu harus seperti sekarang," katanya.
Pasek sendiri mengaku prihatin dengan kisruh soal penyidik ini. Menurut dia, konflik antara Polri dan KPK ini seharusnya tidak terjadi hanya karena kasus korupsi proyek simulator SIM yang dilakukan oleh oknum di kepolisian.
"Saya sangat sedih melihat lembaga-lembaga yang sangat vital dalam penegakkan hukum seperti ini. Karena masalah oknum, melebar jadi masalah institusi. Ini tidak baik," katanya.
Anggota Fraksi Partai Gerindra Martin Hutabarat berpendapat lain. Menurut dia, pengangkatan penyidik ini tak perlu menunggu revisi Undang-Undang KPK. Menurut dia, Undang-Undang KPK sudah bersifat khusus.
"Tidak perlu direvisi karena Undang-undang KPK sendiri sudah lex spesialis. Di awal pembentukan KPK kita semua sepakat bahwa korupsi ini adalah kejahatan extraordinary sehingga dibutuhkan institusi extraordinary juga. Karena itu Undang-undangnya lex spesialis," katanya.
Dia menambahkan, kepolisian juga sebaiknya bersikap arif dengan rencana menetapnya 22 penyidik polri ini. Menurut dia, para penyidik polri ini tak bisa dianggap disersi. "Karena kalau tidak arif maka nanti tidak akan ada lagi penyidik Polri yang berugas di KPK. Maka nanti akan menyulitkan koordinasi antara Polri dan KPK," ujarnya.
Martin sendiri mengapresiasi keinginan para penyidik Polri ini untuk menetap di KPK. Menurut dia, tugas di KPK maupun di Polri sama mulianya. "Kalau memang itu sudah panggilan hati mereka saya kira sebaiknya mereka mundur dari Polri dan menjadi pegawai tetap KPK," katanya.
Soal argumentasi sejumlah pihak yang mengkhawatirkan nasib penyidik KPK jika lembaga ini dibubarkan nantinya. Menurut dia, itu kekhawatiran berlebihan.
"Sampai saat ini di negara manapun belum ada lembaga pemberantasan korupsi yang dibubarkan. Karena seiring dengan pembangunan maka korupsi akan semakin marak. Modusnya juga akan semakin canggih. Justru di negara-negara maju KPK-nya diperkuat," katanya.
FEBRIYAN
Berita populer:
Ayah Alawi Belum Maafkan Fitrah
Ini Utang-utang BUMI
Besok, 2 Juta Buruh Mogok Kerja
Bos Bumi Emosi Waktu Curhat Konflik Perusahaan
Pemerintah Siapkan ''Pengganjal'' Jokowi