Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

DPR Terbelah Soal Revisi UU KPK

Editor

Zed abidien

image-gnews
TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO/Imam Sukamto
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Suara anggota Komisi III DPR terbelah soal rencana revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Terutama terkait pengunduran diri 22 anggota kepolisian dan pengangkatan mereka sebagai penyidik partikelir Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sebagian anggota Komisi Hukum memandang perlu ada perubahan sejumlah pasal di Undang-Undang KPK untuk mengangkat penyidik KPK. Sebagian lain menyatakan tak perlu karena Undang-Undang KPK bersifat lex spesialis.

Ketua Komisi Hukum DPR Gede Pasek Suhardika berpendapat perlu adanya perubahan Undang-Undang KPK untuk menegaskan bahwa KPK bisa melakukan pengangkatan penyidik. Alasannya, dalam undang-undang yang ada saat ini, KPK hanya bisa mengangkat penyidik, bukan membentuk penyidik.

"Mengangkat ini bukan berarti membentuk. Mengangkat ini artinya mengangkat. Kalau membentuk mengacu di pasal lain itu larinya ke KUHAP yang mengatur soal penyidik itu hanya polisi, jaksa, dan penyidik PNS. Dalam posisi ini masih ada konflik norma dan kekosongan norma. Yang konflik harus dipertegas, yang kosong harus diperjelas," katanya.

Karena itu, menurut dia, revisi Undang-Undang KPK harus menegaskan soal penyidik ini. Dia mengatakan, pasal ini akan memperkuat posisi KPK. Meskipun usulan soal ini belum masuk dalam draf revisi Undang-undang KPK yang ada, Pasek mengusulkan agar pasal ini dimasukkan dalam pembahasan nantinya.

"Seandainya Undang-Undang KPK direvisi, penyidik inilah salah satu yang harus dipertegas dan diperjelas, bukan soal penyadapan. Penyadapan itu harus seperti sekarang," katanya.

Pasek sendiri mengaku prihatin dengan kisruh soal penyidik ini. Menurut dia, konflik antara Polri dan KPK ini seharusnya tidak terjadi hanya karena kasus korupsi proyek simulator SIM yang dilakukan oleh oknum di kepolisian.

"Saya sangat sedih melihat lembaga-lembaga yang sangat vital dalam penegakkan hukum seperti ini. Karena masalah oknum, melebar jadi masalah institusi. Ini tidak baik," katanya.

Anggota Fraksi Partai Gerindra Martin Hutabarat berpendapat lain. Menurut dia, pengangkatan penyidik ini tak perlu menunggu revisi Undang-Undang KPK. Menurut dia, Undang-Undang KPK sudah bersifat khusus.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Tidak perlu direvisi karena Undang-undang KPK sendiri sudah lex spesialis. Di awal pembentukan KPK kita semua sepakat bahwa korupsi ini adalah kejahatan extraordinary sehingga dibutuhkan institusi extraordinary juga. Karena itu Undang-undangnya lex spesialis," katanya.

Dia menambahkan, kepolisian juga sebaiknya bersikap arif dengan rencana menetapnya 22 penyidik polri ini. Menurut dia, para penyidik polri ini tak bisa dianggap disersi. "Karena kalau tidak arif maka nanti tidak akan ada lagi penyidik Polri yang berugas di KPK. Maka nanti akan menyulitkan koordinasi antara Polri dan KPK," ujarnya.

Martin sendiri mengapresiasi keinginan para penyidik Polri ini untuk menetap di KPK. Menurut dia, tugas di KPK maupun di Polri sama mulianya. "Kalau memang itu sudah panggilan hati mereka saya kira sebaiknya mereka mundur dari Polri dan menjadi pegawai tetap KPK," katanya.

Soal argumentasi sejumlah pihak yang mengkhawatirkan nasib penyidik KPK jika lembaga ini dibubarkan nantinya. Menurut dia, itu kekhawatiran berlebihan.

"Sampai saat ini di negara manapun belum ada lembaga pemberantasan korupsi yang dibubarkan. Karena seiring dengan pembangunan maka korupsi akan semakin marak. Modusnya juga akan semakin canggih. Justru di negara-negara maju KPK-nya diperkuat," katanya.

FEBRIYAN

Berita populer:
Ayah Alawi Belum Maafkan Fitrah

Ini Utang-utang BUMI

Besok, 2 Juta Buruh Mogok Kerja

Bos Bumi Emosi Waktu Curhat Konflik Perusahaan

Pemerintah Siapkan ''Pengganjal'' Jokowi

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

BW Anggap Pembangkangan KPK ke Ombudsman Hal yang Tak Patut

6 Agustus 2021

Bambang Widjojanto dan Novel Baswedan menghadiri peluncuran buku Nusantara Berkisah 2: Orang-orang Sakti karya S. Dian Andryanto di Gedung Tempo, Jakarta, 14 Desember 2019. TEMPO/Fardi Bestari
BW Anggap Pembangkangan KPK ke Ombudsman Hal yang Tak Patut

KPK menolak menjalankan tindakan korektif yang diberikan Ombudsman perihal alih status pegawai.


Deputi Pencegahan Bantah Lakukan Pelanggaran Kode Etik KPK

4 Mei 2019

Aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menggelar aksi diam di depan gedung KPK, Jakarta, Selasa, 12 Maret 2019. TEMPO/Imam Sukamto
Deputi Pencegahan Bantah Lakukan Pelanggaran Kode Etik KPK

Dia mengatakan tak pernah diperiksa oleh Direktorat Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK.


Catatan 19 Dugaan Pelanggaran Kode Etik Internal KPK versi ICW

18 Oktober 2018

Ilustrasi Gedung KPK
Catatan 19 Dugaan Pelanggaran Kode Etik Internal KPK versi ICW

ICW merilis data mengenai 19 dugaan pelanggaran kode etik di internal KPK dalam rentang 2010-2018.


Tanggapi Data ICW, KPK: Sebagian Besar Sudah Ditindaklanjuti

18 Oktober 2018

Juru Bicara KPK Febri Diansyah, memberikan keterangan saat konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap di Gedung KPK, Jakarta, 18 Juli 2018. TEMPO/M Taufan Rengganis
Tanggapi Data ICW, KPK: Sebagian Besar Sudah Ditindaklanjuti

ICW merilis data 19 dugaan pelanggaran kode etik di internal KPK dalam rentang 2010-2018.


ICW Sebut Ada 19 Pelanggaran Kode Etik di Internal KPK

17 Oktober 2018

Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz, Peneliti LIPI Syamsudin Haris, dan Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini dalam diskusi Pilpres 2019 di kantor ICW, Jakarta Selatan, 6 Maret 2018. TEMPO/M Julnis Firmansyah
ICW Sebut Ada 19 Pelanggaran Kode Etik di Internal KPK

ICW menyebut ada 19 pelanggaran kode etik di internal KPK para periode 2010-2018.


Tito Karnavian: Aris Budiman Tanpa Cacat dan Berintegritas

25 Oktober 2017

KPK Rampungkan Pemeriksaan Aris Budiman
Tito Karnavian: Aris Budiman Tanpa Cacat dan Berintegritas

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, selama di Polri, Dirdik KPK Aris Budiman tanpa cacat dan berintegritas.


Kajian Internal Soal Aris Budiman Sudah di Meja Pimpinan KPK

6 September 2017

Febri Diansyah, Kepala Biro Humas KPK. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Kajian Internal Soal Aris Budiman Sudah di Meja Pimpinan KPK

Hasil telaah pengawas internal terhadap Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman sudah berada di tangan pimpinan KPK.


Komisi Hukum Nilai Laporan Aris Budiman Belum Tentu Ada Pidana

3 September 2017

Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa (kiri) menerima kedatangan Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Aris Budiman untuk mengikuti rapat dengar pendapat di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 29 Agustus 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Komisi Hukum Nilai Laporan Aris Budiman Belum Tentu Ada Pidana

Nasir berpendapat bahwa laporan Aris Budiman terhadap Novel tidak akan menganggu hubungan antara kepolisian dengan KPK.


Pengawas Internal KPK Mulai Bekerja Periksa Kasus Aris Budiman

3 September 2017

Ketua KPK Agus Rahardjo (kelima kiri) bersama Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (kiri) menyaksikan aksi teatrikal saat berlangsungnya aksi dukungan untuk KPK di Jakarta, 31 Agustus 2017. Dalam aksinya mereka menuntut KPK untuk memecat Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol Aris Budiman karena membangkang perintah pimpinan dengan hadir memenuhi panggilan Pansus Angket KPK. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Pengawas Internal KPK Mulai Bekerja Periksa Kasus Aris Budiman

Pemeriksaan ini berkaitan dengan kedatangan Aris Budiman ke rapat panitia khusus hak angket DPR RI.


Pengamat Nilai Aris Serang KPK Untuk Tutupi Perkaranya

3 September 2017

Ketua KPK Agus Rahardjo (kelima kiri) bersama Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (kiri) menyaksikan aksi teatrikal saat berlangsungnya aksi dukungan untuk KPK di Jakarta, 31 Agustus 2017. Dalam aksinya mereka menuntut KPK untuk memecat Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol Aris Budiman karena membangkang perintah pimpinan dengan hadir memenuhi panggilan Pansus Angket KPK. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Pengamat Nilai Aris Serang KPK Untuk Tutupi Perkaranya

Laporan Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman terhadap Novel Baswedan dinilai tidak tepat.