TEMPO.CO, Yogyakarta - Pasangan Tarmudi dan Dahmiyatun yang pernah melaporkan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 6 Yogyakarta ke Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah-DIY tiba-tiba mencabut laporan yang pernah mereka sampaikan pada 20 September 2012 lalu.
Laporan pengaduan ke Ombudsman tersebut berkaitan dengan tidak adanya keringanan bagi mereka untuk membayar sumbangan pembinaan pendidikan Rp 255 ribu dan biaya praktek kecantikan Rp 850 ribu di sekolah anaknya. Anak Tarmudi duduk di kelas dua sekolah tersebut.
Sedangkan dua pelapor lainnya, yakni Jumiyem dari Bantul dan Arum dari Yogyakarta, tidak melakukan pencabutan. “Meskipun laporannya dicabut, kami tetap akan menindaklanjuti karena pendidikan adalah persoalan mendasar, harus dikawal,” kata pelaksana tugas Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah-DIY, Budhi Masturi, saat ditemui di kantornya.
Tarmudi dan Dahmiyatun sebelumnya mendatangi kantor Ombudsman bersama Jumiyem dan Arum. Mereka didampingi lembaga swadaya masyarakat Madani yang mengurusi persoalan pendidikan. Dahmiyatun mengeluhkan pencabutan kartu menuju sejahtera (KMS) oleh Dinas Sosial Yogyakarta sehingga dia tidak lagi memperoleh keringanan biaya sekolah. Padahal, suaminya hanya tukang sol sepatu dan Dahmiyatun menderita stroke sejak 2010. “Kami menduga ada intimidasi terhadap keluarga Tarmudi. Bahkan, surat itu dibawa oleh anak-anak muda dengan mengenakan seragam putih abu-abu ke Ombudsman,” kata Budhi.
Dugaan tersebut diperkuat dengan surat pencabutan laporan yang diketik rapi dengan komputer dan menggunakan bahasa yang digunakan orang berpendidikan. Padahal, Tarmudi kepada Budhi menyatakan tidak bisa mengoperasikan komputer. Surat pencabutan yang ditandatangani Tarmudi dan Dahmiyatun itu tertanggal 18 September 2012 dan laporan ke Ombudsman disampaikan pada 20 September 2012. “Pelapor kelihatan gugup dan ketakutan. Masak pelapor bilang yang membuat surat (adalah) pelanggan sol sepatunya,” kata Budhi.
Budhi juga menilai isi surat pencabutan laporan tersebut banyak menguntungkan pihak sekolah. Pelapor menyatakan bukan pemegang KMS sehingga tagihan dari sekolah dianggap wajar. Pelapor berharap hak mendapatkan KMS diberikan kembali. Namun, jika tidak, pelapor menyatakan ikhlas 100 persen dan akan bekerja keras untuk membiayai sekolah anaknya.
Kepala SMK Negeri 6 Yogyakarta, Sugeng Sumiyoto, membantah bahwa sekolah mengintimidasi keluarga siswanya. “Enggak benar itu. Saya enggak mau komentar lagi, nanti salah omong lagi,” kata Sugeng. Ia pun segera berlalu dengan mobil dinasnya.
Menanggapi hal ini, Kepala Bidang Pengembangan Kesejahteraan dan Bantuan Sosial Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kota Yogyakarta, Tri Maryatun, mengatakan data yang tak sesuai dengan kondisi sebenarnya, yang diberikan warga saat menjalani proses verifikasi, menjadi salah satu sebab pembatalan warga miskin dari daftar pemegang kartu menuju sejahtera. “Harus dicek dulu, tapi belum ada surat juga dari Ombudsman kepada kami,” katanya.
PITO AGUSTIN RUDIANA | ANANG ZAKARIA
Terpopuler:
Wali Kota Palu: Banyak Calo Anggaran di DPR
4 Perwira Polda Sulsel Ikut Seleksi Penyidik KPK
TNI : Pilot Cessna Tidak Terlibat Spionase
KPK Periksa Irjen Djoko Susilo Jumat Ini
Staf Nazar Dicecar 10 Hal Soal Kongres Demokrat