TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa partai berubah sikap soal revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Abdul Hakim mengatakan fraksinya sudah menyurati pimpinan DPR agar membatalkan rencana revisi. Menurut dia, isi Undang-Undang KPK yang ada tak bermasalah. “Kewenangan KPK masih cukup ampuh menjerat para pelaku korupsi,” katanya.
Hakim mengklaim fraksinya sejak awal konsisten menolak revisi Undang-Undang KPK. Penolakan juga disampaikan oleh Ketua Fraksi PKS Hidayat Nurwahid. Tapi pada September lalu, Hidayat sempat meminta masyarakat tak cepat menyimpulkan arah revisi Undang-Undang KPK itu. Hidayat yakin perubahan yang digodok DPR bertujuan baik, yakni meningkatkan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
Anggota Komisi Hukum dari Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin, juga mengatakan fraksinya menilai revisi yang diajukan bakal memperlemah komisi antikorupsi. Namun, Didi tak menjelaskan apakah pendapat ini resmi dan apakah perubahan sikap itu diikuti pengiriman surat pembatalan ke pimpinan DPR seperti yang dilakukan PKS. Soalnya, kader Demokrat yang menjadi Ketua Komisi Hukum, Gede Pasek Suardika, sebelumnya getol memperjuangkan revisi Undang-Undang KPK. Ia bahkan berharap pembahasan revisi bisa cepat diselesaikan.
Adapun Partai Golkar hingga kemarin belum mengumumkan apakah partai itu akan mengubah pendapatnya. Sementara itu, partai besar lainnya, PDI Perjuangan, sudah mengindikasikan perubahan pendirian. “Sejak awal, sikap kami tak berubah. Kami memandang revisi ini belum perlu,” kata anggota Komisi Hukum PDI Perjuangan, Trimedya Panjaitan.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Gerindra, Martin Hutabarat, sebelumnya mengatakan partainya menolak tegas rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 itu. "Gerindra sejak awal bersikap menolak," kata Martin, Rabu, 26 September 2012.
Menurut anggota Komisi Hukum DPR ini, kalau DPR tetap ngotot ingin merevisi, seharusnya ditujukan untuk memperkuat KPK. Revisi juga untuk memperbaiki sinergi pemberantasan korupsi antara KPK dengan institusi penegak hukum lainnya, seperti mengatur hubungan KPK dan Polri atau KPK dan kejaksaan dalam menangani satu kasus yang sama.
Namun sayangnya, kata Martin, arah revisi UU KPK yang telah disusun Komisi Hukum justru berpotensi melemahkan kewenangan KPK. Indikasi tersebut terlihat dari munculnya beberapa pasal yang mencabut wewenang KPK, seperti penuntutan, pembentukan dewan pengawas, dan pembatasan penyadapan.
Pengamat politik Andrinof Chaniago menilai perubahan sikap itu hanya bertujuan menjaga citra partai. “Sikap itu hanya untuk cari muka untuk menyelamatkan partai pada Pemilihan 2014,” katanya. Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center, Arif Nur Alam, menilai perubahan itu harus ditunjukkan dengan pernyataan tertulis. “Tak sedikit anggota atau fraksi menolak, tapi dalam pertemuan tertutup mereka sebenarnya mendorong,” katanya.
AYU PRIMA SANDI | FEBRIANA FIRDAUS | FEBRIYAN | IRA GUSLINA | PRAM
Berita Terkait:
Kejaksaan Siap Bantu Penyidik ke KPK
Menteri Amir Sarankan Penyidik KPK dari Kejaksaan
Wa Ode Ikhlas Dituntut 14 Tahun Penjara
Polri Anggap Penarikan Penyidiknya Sudah Final
Lima Penyidik dari Kepolisian Bertahan di KPK