TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi membantah anggapan yang berkembang luas di publik melalui sosial media belakangan ini bahwa seolah-olah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berdiam diri atau mengabaikan polemik yang terjadi antara Kepolisian RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Tegas, saya dengan Pak Setkab (Sekretaris Kabinet Dipo Alam) dan juru bicara (Julian Aldrin Pasha) menyampaikan (bahwa) itu tidak benar," kata Sudi dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Jakarta, 7 Oktober 2012. Saat memberikan keterangan pers ini, Sudi didampingi Dipo dan Julian.
Sudi menjelaskan sejak awal terjadi ketegangan antara Polri dengan komisi antikorupsi tersebut, Jumat, 5 Oktober kemarin, SBY langsung memanggil Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo di hari yang sama. "Dan memberikan sejumlah instruksi kepada Kapolri," ujar dia.
Setelah instruksi-instruksi dijalankan, Sudi melanjutkan, ketegangan sebenarnya sudah sangat mereda. Usai terjadinya insiden di Gedung KPK, SBY memimpin rapat pada keesokan harinya, Sabtu, 6 Oktober. Di situ, SBY melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto meminta Kapolri untuk melakukan pertemuan dengan pemimpin komisi antirasuah itu. "Agar dapat melakukan upaya-upaya untuk mencari solusi."
Sedianya pertemuan antara pemimpin Polri dan KPK dilaksanakan pada Ahad ini. Tapi, pertemuan batal dilakukan dan SBY telah mendapatkan laporan batalnya pertemuan ini. "Ada informasi bahwa pertemuan itu tidak bisa dilakukan hari ini karena beberapa pimpinan KPK ada di luar kota," ucap Sudi. Adapun pernyataan sikap SBY atas polemik ini baru akan dilakukan usai pertemuan kedua pemimpin lembaga penegak hukum itu.
Sejauh ini, publik menunggu sikap SBY ihwal perseteruan Polri dengan KPK. Apalagi perseteruan ini kian memanas dengan kedatangan sejumlah anggota Polri dari Kepolisian Daerah Bengkulu, Kepolisian Daerah Metro Jaya, dan Markas Besar Polri ke kantor KPK Jumat malam. Mereka, yang sebagian tidak menggunakan seragam, ditengarai ingin menjemput paksa seorang penyidik senior di KPK bernama Novel Baswedan. Novel dianggap terlibat dalam aksi pembunuhan pada 2004 lalu.
Usaha ini digagalkan Ketua KPK Abraham Samad bersama anggota lain seperti Bambang Widjojanto. Bahkan, kalangan penggiat antikorupsi serta aktivis mahasiswa ikut membentengi gedung KPK dari penggerebekan polisi.
Novel dituduh bertanggung jawab atas penganiayaan enam pencuri walet sehingga meninggal pada 2004. Kala itu, Novel menjabat sebagai kepala satuan reserse kriminal pada polres di Polda Bengkulu. Kepolisian Daerah Bengkulu mencoba menangkap Novel di KPK. Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Bengkulu, Komisaris Besar Dedy Irianto, menuding Novel menembak tersangka yang terlibat kasus pencurian. Dedy juga membantah penangkapan Novel sebagai bentuk kriminalisasi KPK.
Sedangkan pemimpin KPK menduga tuduhan tersebut sebagai bentuk kriminalisasi terhadap penyidiknya. Sebab, Novel adalah penyidik berbagai kasus besar korupsi, seperti kasus korupsi simulator kemudi. Kemarin, Novel juga yang memeriksa tersangka simulator kemudi, Inspektur Jenderal Djoko Susilo.
PRIHANDOKO
Baca juga:
Dukung #SAVEKPK
Presiden Akan Beri Pernyataan Soal Simulator SIM
Polisi Berdalih Korban Novel Baru Menuntut
Djoko Suyanto Siap Pertemukan KPK-Polisi
Novel: Saya Sudah Menyangka Bakal Dikriminalisasi
Infografis: Yang Tersandung Simulator
Infografis: Lima Keganjilan Langkah Polisi