TEMPO.CO, Bandung--Penyebab kematian harimau Sumatera di dalam pesawat, saat akan dibawa dari Aceh ke Jawa Timur, pada Kamis lalu, masih menyisakan banyak pertanyaan. Mulai dari hasil pemeriksaan kesehatan hewan, ukuran kandang, hingga tindakan autopsi. Transportasi hewan liar dengan pesawat harus disiapkan sangat cermat.
Menurut dokter hewan di Taman Safari, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Bongot Huaso Purba, banyak tahapan yang harus dilakukan petugas pemindahan satwa dengan pesawat. Pertama, pemeriksaan kondisi kesehatan satwa secara lengkap. "Mulai dari gigi, sampai jantung, dan aliran darah, disertai riwayat tindakan medis sebelumnya, seperti pembiusan," katanya, Sabtu, 6 Oktober 2012.
Dokter hewan lulusan IPB, 29 tahun, yang pernah mengangkut 15 harimau Sumatera itu mengatakan, tim juga harus tahu rencana rute pesawat, titik, dan lama transit di bandara. Kandang harus disiapkan sesuai standar International Air Transport Association (IATA). "Ukurannya di pesawat tinggi 80, lebar 73-75, panjang 173-175 cm," katanya.
Dengan ukuran seperti itu, harimau bisa berdiri, rebah, dan bisa memutar tubuhnya dengan leluasa. Lubang ventilasi udara juga harus banyak dan agak lebar namun tetap aman bagi yang menggotong kandangnya. Dari foto kandang harimau mati yang beredar di Internet, kata Bongot, bentuk kandangnya tidak sesuai standar IATA.
Saat diangkut, harimau dan satwa lain yang dipindahkan itu harus dalam kondisi sadar. Pembiusan bisa berakibat stamina hewan menurun. Dalam kondisi pingsan, satwa tak bisa mengendalikan suhunya sendiri, keseimbangan tubuh, dan kesadaran. "Itu sangat berbahaya kalau di pesawat terjadi turbulensi, terutama benturan di kepala," ujarnya.
Suhu di kargo pesawat juga penting. Dari pengalamannya, tim pembawa harimau bisa bernegosiasi dengan pilot untuk mengatur suhu di kabin barang. Dengan suhu 20 derajat Celcius, kata Bongot, harimau biasanya suka tiduran dengan tenang. "Satwa liar mudah stres, apalagi kalau melihat orang di sekitarnya, jadi jendela ventilasi harus dibentuk khusus agar kami tetap bisa memantau kondisinya tapi harimau tidak bisa lihat kita," katanya.
Saat pengangkutan di darat menuju pesawat, kandang harimau juga harus diberi peneduh. Misalnya dengan menutupi kedua samping dan atas kandang dengan tanaman, juga hembusan kipas angin. Di dalam kandang pelat besi, jika terjemur matahari, hawa di dalamnya terasa seperti di dalam oven.
Seperti diberitakan Antara, harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) berusia delapan tahun mati di dalam pesawat saat diterbangkan dari Banda Aceh menuju Jawa Timur. "Kami sangat menyesalkan kejadian ini, dan kematian harimau ganjil karena ditemukan dalam keadaan terluka parah," kata Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Darori di Jakarta, Kamis, lalu.
Harimau bernama Teungku Agam tersebut diangkut pesawat Garuda Indonesia. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mengiriman 4 ekor satwa ke Jatim Park, Batu, Malang, yaitu seekor harimau Sumatera dan siamang, serta dua ekor binturong.
Sebelum diterbangkan, seluruh satwa telah diperiksa oleh tim dokter BKSDA Aceh, tim kesehatan hewan Dinas Peternakan, serta Stasiun Karantina Pertanian Kelas 1 Banda Aceh, dan dinyatakan sehat. Namun ketika transit di Medan, seluruh satwa diterbangkan kembali ke Banda Aceh. Harimau Sumatera itu ditemukan mati, tiga lainnya masih hidup.
Selama di dalam pesawat, ujar Bongot, satwa wajib didampingi dan dipantau kondisinya oleh dokter hewan. "Harus ada yang bertanggung jawab untuk mengurus sebelum dan sesudah terbang juga saat transit," katanya. Untuk menenangkan harimau yang stres dan kepanasan agar segar lagi, cairan glukosa atau gula biasanya dipakai. Cairan sebanyak 500 mililiter itu, kata Bongot, cukup untuk terbang selama 6-8 jam.
Jika ada kasus kematian, waktu dan penyebabnya bisa diketahui dari hasil autopsi. Namun proses autopsi itu harus kurang dari 8 jam, supaya rekam jejaknya masih didapat. "Lebih dari 8 jam terjadi bias hasil patogenesa, dalih kematian bisa dicari-cari," katanya.
Salah satu Direktur Taman Safari Indonesia, Tony Sumampau, mengatakan pihaknya pernah mengalami kasus penipuan kematian satwa di pesawat. Ketika membawa 4 ekor cheetah muda dari Afrika Selatan semuanya mati setiba di Indonesia. Setelah diusut dengan hasil otopsi, hewan itu dinyatakan telah mati 9 jam sebelum sampai di Cengkareng. "Pilot pesawat lupa mengatur suhu di kargo barang," katanya.
Artinya, kata Tony Sumampau, semua cheetah mati ketika baru terbang dari Johannesburg. Saat transit di Singapura, kematian itu ditutupi. Maskapai penerbangan dari Singapura itu, kata Tony, kemudian dikenai sanksi membayar biaya transportasi dan penggantian satwa tersebut. "Tahu waktu kematian satwa seperti itu sangat penting," ujarnya.
Kematian harimau Sumatera dalam pesawat itu sekarang sedang diusut Kementerian Kehutanan. Lihat: Harimau Aceh Mati Saat Diterbangkan.
ANWAR SISWADI
Berita populer:
Ibunda Novel Kecewa Anaknya Dituduh Menganiaya
Istana: Jangan Tekan SBY Soal Polri Vs KPK
Keluarga Korban Tidak Laporkan Kasus Novel
Abraham Samad Yakin Novel Tak Salah
Senin, SBY Bicara Soal Polemik Polri Vs KPK