Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Perwira Polisi Minta Maaf Setelah Curhat Soal KPK

image-gnews
TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
Iklan

TEMPO.CO, Makassar -  Seorang perwira polisi di Polrestabes Makassar, Sulawesi Selatan, meminta maaf setelah mengirim pesan berantai yang menyerang Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia mengaku hanya meneruskan pesan-pesan bernada serupa yang dikirim kawan-kawannya. 

Blackberry Messenger itu memang benar dari saya, tapi itu hanya copy paste dari berbagai lapisan masyarakat," kata si perwira yang menolak disebutkan namanya pada Selasa, 9 Oktober 2012. Permintaan maaf pun dia layangkan ke semua kontaknya di Blackberry.

Sebagai polisi, dia mengaku akan tunduk pada instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memperbaiki hubungan antara polisi dan KPK. 

Pesan berantai sang perwira polisi soal KPK mulai beredar September 2012 lalu. Awalnya, dia mengirim pesan soal adanya dugaan penyelidik KPK menerima sogok sebesar Rp 50 miliar dari pejabat Sulawesi Utara. "Ternyata lembaga yang sangat terhormat bak selebritis yang sangat kita cintai dan banggakan, seperti ini," tulisnya bersemangat dalam Blackberry Messenger.

Setelah itu, sang perwira juga mengkritik para penyidik polisi yang memilih menjadi penyidik independen KPK dan tak mau kembali menjadi polisi. “Ini imbauan untuk aparat kepolisian untuk tidak cengeng dan membelot. Apalagi hanya karena gaji besar dan sebuah pencitraan,” tulisnya. 

Pada Sabtu, 6 Oktober 2012 lalu, perwira ini kembali mengirim pesan berisi riwayat Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, dua pimpinan KPK. Menurutnya, Bambang dan Abraham, pernah membela terdakwa kasus terorisme ketika berprofesi sebagai pengacara.  Jadi, kata polisi itu, KPK sekarang sengaja mengobok-obok Mabes Polri untuk mengganggu tugas Densus 88 memberantas terorisme. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perwira ini cukup rajin mengirim pesan berantai, tapi isinya seragam menjelek-jelekkan KPK. Terakhir, perwira polisi ini mengkritik Kompol Novel Baswedan, penyidik KPK yang memimpin pengusutan kasus dugaan korupsi simulator SIM dengan tersangka utama Irjen Djoko Susilo.

“Begitu banyak polisi yang gugur dalam tugas, namun tidak pernah diangkat kehebatannya layaknya Novel,” tulisnya. “Hari ini ada pahlawan baru, seorang pejuang korupsi dengan gaji Rp 30 juta sebulan,” tulisnya lagi menyindir penghasilan para penyidik polisi di KPK yang jauh lebih besar dari kolega mereka yang masih bekerja di kantor-kantor polisi.  

Selama ini, banyak kalangan sudah meminta pemerintah menaikkan gaji polisi untuk mengurangi kasus-kasus pemerasan yang acap dituduhkan pada aparat keamanan.
Namun, setelah pidato SBY Senin malam, sang perwira menarik semua pesan Blackberry-nya itu dan meminta maaf.

TRI YARI KURNIAWAN

Berita Terpopuler:
Kasus Novel Baswedan Ditengarai Janggal

2/3 Bintang Film Porno Jepang Jadi Pelacur 

Gaji Menteri Tak Cukupi Kebutuhan Siti Fadilah 

Seberapa Sering Idealnya Suami Istri Bercinta? 

Kata Siti Fadilah Soal Uang ke Cici Tegal 

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Polri Akui Ada Kendala Identifikasi Teror Bom Pimpinan KPK

14 Januari 2019

Suasana kediaman Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif setelah diserang dengan bom molotov di Jalan Kalibata Selatan, Jakarta, Rabu, 9 Januari 2019. Menurut keterangan saksi, kejadian penyerangan terhadap kediaman Laode terjadi pada pukul 01.00 WIB dinihari dengan ditemukannya botol berisikan spritus dan sumbu apai. TEMPO/Muhammad Hidayat
Polri Akui Ada Kendala Identifikasi Teror Bom Pimpinan KPK

Polisi mengakui menemukan kendala dalam mengidentifikasi bom molotov dan bom palsu di rumah pimpinan KPK Agus Rahardjo dan Laode M Syarif.


Idul Fitri, Novel Baswedan Salat Id di Masjid Dekat Rumah Sakit

25 Juni 2017

Penyidik KPK Novel Baswedan tiba di Rumah Sakit Mata Jakarta Eyes Center di Menteng, Jakarta Pusat, 11 April 2017. TEMPO/Yohanes Paskalis
Idul Fitri, Novel Baswedan Salat Id di Masjid Dekat Rumah Sakit

Karena kondisi matanya belum pulih, Novel Baswedan hanya bisa merayakan Idul Fitri di rumah sakit di Singapura.


Alasan Polisi Belum Bisa Mengungkap Penyerang Novel Baswedan

19 Mei 2017

Sejumlah aktifis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil membawa topeng foto Novel Baswedan di gedung KPK, Jakarta, 12 April 2017. Mereka meminta KPK dan aparat kepolisian untuk segera mengusut kasus penyiraman air keras yang menimpa penyidik senior KPK Novel Baswedan didepan kediamannya dikawasan Kelapa Gading, Jakarta. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Alasan Polisi Belum Bisa Mengungkap Penyerang Novel Baswedan

Polda Metro Jaya membantah bekerja lambat dalam mengungkap kasus serangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.


Kapolda Metro: Serangan ke Novel Sangat Terencana, Digambar Dulu  

26 April 2017

Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan. TEMPO/Ijar Karim
Kapolda Metro: Serangan ke Novel Sangat Terencana, Digambar Dulu  

Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan mengatakan serangan kepada Novel Baswedan sangat terencana dengan baik.


2 Orang yang Difoto Dekat Rumah Novel Ternyata Informan Polisi

24 April 2017

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Polisi RP Argo Yuwono. TEMPO/M. Iqbal Ichsan
2 Orang yang Difoto Dekat Rumah Novel Ternyata Informan Polisi

Dua orang yang difoto dekat rumah Novel Baswedan berprofesi sebagai debt collector sekaligus jadi informan polisi untuk kasus pencurian motor.


Polisi Periksa Terduga Pelaku Serangan ke Novel Baswedan

21 April 2017

Sejumlah aktifis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil membawa topeng foto Novel Baswedan di gedung KPK, Jakarta, 12 April 2017. Mereka meminta KPK dan aparat kepolisian untuk segera mengusut kasus penyiraman air keras yang menimpa penyidik senior KPK Novel Baswedan didepan kediamannya dikawasan Kelapa Gading, Jakarta. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Polisi Periksa Terduga Pelaku Serangan ke Novel Baswedan

Polisi tengah memeriksa seorang yang diduga pelaku penyiram air keras pada Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.


Tiga Regu Khusus Ini Selidiki Teror Air Keras terhadap Novel Baswedan  

13 April 2017

Novel Bawesdan meninggalkan ruang perawatan di JEC, 12 April 2017. TEMPO/Budi Setyarso
Tiga Regu Khusus Ini Selidiki Teror Air Keras terhadap Novel Baswedan  

Polda Metro Jaya membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan.


Teror Tak Lumpuhkan Novel dan KPK

13 April 2017

Teror Tak Lumpuhkan Novel dan KPK
Teror Tak Lumpuhkan Novel dan KPK

Air keras disiramkan ke wajah Novel Baswedan. Patut diduga, otak pelakunya berkeinginan agar Novel roboh dan KPK rapuh. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Novel Baswedan adalah ikon di KPK. Karena itu, menyerang Novel berarti pula menggempur KPK.


Kapolda: Jangan Blunder Lama Ungkap Serangan ke Novel Baswedan

12 April 2017

Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil membawa topeng foto Novel Baswedan di gedung KPK, Jakarta, 11 April 2017. Mereka meminta KPK dan aparat kepolisian untuk segera mengusut kasus penyiraman air keras yang menimpa penyidik senior KPK Novel Baswedan. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Kapolda: Jangan Blunder Lama Ungkap Serangan ke Novel Baswedan

Kapolda Metro Jaya Irjen Mochammad Iriawan meminta seluruh jajarannya untuk bekerja maksimal mengungkap kasus serangan terhadap Novel Baswedan.


Serangan ke Novel Baswedan, Kapolda Metro: Ada yang Menyuruh

12 April 2017

Novel Bawesdan meninggalkan ruang perawatan di JEC, 12 April 2017. TEMPO/Budi Setyarso
Serangan ke Novel Baswedan, Kapolda Metro: Ada yang Menyuruh

"Tentu ada motif. Ada pelaku di lapangan yang menyiram tentu ada yang menyuruh. Tidak mungkin berdiri sendiri," ucap Iriawan.