TEMPO.CO, Tangerang – Wali Kota Tangerang Wahidin Halim mengancam akan mencabut izin rumah sakit yang berlaku diskriminatif terhadap pasien miskin. "Rumah sakit yang menerapkan kesenjangan, kami cabut izinnya," kata Wahidin, Rabu sore, 10 Oktober 2012.
Menurut Wahidin, sebanyak 28 rumah sakit di Kota Tangerang yang telah meneken kontrak kerja sama harus konsisten melayani kesehatan gratis bagi warga yang ber-KTP Kota Tangerang.
Wahidin menegaskan agar rumah sakit rujukan tersebut tidak membedakan status miskin ataupun kaya. Ia juga menegaskan, seluruh biaya pasien yang sakit dari Kota Tangerang akan ditanggung pemerintah daerah. "Berapa pun biayanya, pemerintah yang menanggung. Jadi jangan ada alasan tidak ada kamar kosong jika ada pasien miskin," ujar Wahidin.
Rumah sakit juga harus memberikan pelayanan standar antara si miskin dan si kaya. "Ini nyawa taruhannya. Jangan karena orang kaya, yang berkantong tebal, didahulukan. Pokoknya jangan karena alasan ekonomi mereka disisihkan," kata Wahidin.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang, dr Lili Indrawati, mengatakan, pihaknya telah menambah dana pengobatan gratis bagi warga yang dirawat di 28 rumah sakit di Kota Tangerang dan Jakarta. Jika sebelumnya dicairkan hanya Rp 50 miliar dari APBD 2012, pada Rancangan APBD Perubahan 2012, dananya akan kembali ditambah menjadi Rp 50 miliar.
"Anggaran yang Pemkot kucurkan pada tahun ini sekitar Rp 100 miliar untuk pengobatan gratis," kata Lili. Dia menjelaskan, sejak awal Januari hingga September 2012, tagihan untuk pengobatan gratis dari seluruh rumah sakit yang melayani dan mengobati warga sudah mencapai Rp 33 miliar, dengan perincian 5.709 pasien rawat inap dan 15.743 pasien rawat jalan.
Jumlah warga yang berobat di 13 kecamatan di Kota Tangerang cukup meningkat karena dengan menggunakan KTP saja bisa berobat gratis. "Jumlah warga miskin yang berobat akan terus bertambah. Dengan menunjukkan KTP, mereka bisa dilayani," kata Lili.
Direktur RS Sari Asih Ciledug, dr Ni'matullah Mansur, mengatakan, dalam sebulan terdapat sekitar 50 orang miskin yang dilayani di rumah sakit swasta ini. Sari Asih mengaku tidak bisa terus-menerus memprioritaskan warga miskin karena ada juga warga yang mampu berobat di sana.
Bahkan, kata Ni'matullah, rumah sakit merugi karena Pemkot Tangerang tidak membayar sesuai pengobatan yang dilakukan rumah sakit. Untuk itu, dia berharap agar Pemkot Tangerang dan rumah sakit bekerja sama memperbaiki nota kesepahaman (MoU).
Selama ini, kata dia, terdapat pembatasan kuota sebanyak 35 persen untuk ruang kelas III bagi pasien miskin. Pihaknya kesulitan menerapkannya di lapangan karena jumlah penduduk Kota Tangerang tak sebanding dengan kapasitas kelas III untuk seluruh rumah sakit.
Rumah sakit berharap tidak ada pembatas dan kuota sebanyak 35 persen. "Sebaiknya dilakukan revisi sehingga tidak menyulitkan petugas di lapangan," kata dia.
Dia mencontohkan soal pembayaran obat. Pemkot Tangerang hanya membayarkan Rp 300 ribu, sementara tagihannya mencapai Rp 500 ribu, sehingga rumah sakit harus menanggung Rp 200 ribu.
AYU CIPTA