TEMPO.CO, Jakarta - Dua mahasiswa, Ria dan Lia, ikut antre supaya bisa masuk ke acara Pasar Indonesia 2012 yang diselenggarakan di Jakarta Convention Center (JCC), Sabtu, 6 Oktober 2012.
Dua mahasiwa jurusan Manajemen Bisnis ini sengaja bolos kuliah dan rela mengantre demi melihat kekayaan pasar kain Indonesia. “Kami sedang merintis bisnis membuat pernik perhiasan dari bahan perca batik, tenun, dan songket," kata Ria, mahasiswa semester lima ini.
Lia dan Ria bermaksud berwirausaha melalui media online dan jejaring sosial. Di pameran kain itu, mereka 'kepincut' dengan Batik Brebes. Rencanaya sahabat karib ini akan membuat kain itu sebagai jepitan rambut.
Kali ini Brebes ikut ambil bagian dengan menghadirkan kain batik Salem, yang prosesnya masih dengan tangan, batik tulis di atas kain katun, sutra, dan serat nanas. Motifnya sayur asem, ukel kangkung, merak merundai, kopi pecah, manggar, dan sinar rantai. Ciri khas batik Brebes memakai dominasi warna hitam dan putih.
Satu lagi motif batik Salem yang sekarang sering diburu orang adalah gambar produk unggulan Brebes berupa sehelai kain bergambar bebek dan brambang alias bawang merah. “Gambar bebek menunjukkan penghasil telur asin dan gambar bawang merah sebagai salah satu produk unggulan daerah Brebes,” kata Maryati, perajin kain batik Salem Brebes.
Menurut Ika Dahyana, pemilik gerai Batik Salem, batik Brebes sudah menjadi komoditas ekonomi terutama di Desa Bentar dan Bentasari, Kecamatan Salem. Menurut sejarahnya, batik Brebes berasal dari Keraton Yogyakarta sekitar pertengahan abad ke-20 atau tepatnya 1917.
Perang saudara di Kerajaan Mataram pada 1680 antara Pangeran Puger, Amangkurat III, dan VOC mempunyai peran dalam keberadaan batik Brebesan atau batik Salem. Awalnya adalah kedatangan putri pejabat Pekalongan ke Salem, Brebes, yang jatuh cinta kepada pemuda Salem, yang akhirnya menikah dan menetap di Desa Bentar. Dari kejadian tersebut, batik muncul di Desa Bentar, hingga akhirnya menyebar ke desa tetangga, Bentasari.
Perancang Chama Sjahrir dalam acara ini menyajikan sulaman atau bordir Indonesia di kain batik Brebes, tenun dan sarung Bugis. “Setelah pengukuhan batik menjadi pusaka dunia pada 2009, ada dorongan agar kekayaan kain Indonesia yang lain diapresiasi. Acara ini memberikan inspirasi, peluang, dan masa depan kain Indonesia,” ujar perancang yang memiliki label Tres Belle itu.
Karya Chama banyak diminati masyarakat Indonesia dan mancanegara. Beberapa pejabat di Tanah Air juga sering mengenakan karyanya. Belum lagi Malaysia, Brunei, Thailand, dan beberapa negara Eropa merupakan pelanggan setia karyanya. “Ada banyak pesanan dari luar negeri untuk koleksi busana dan aneka gaun dari kain tenun, sarung Bugis, dan sulaman,” ujarnya.
Menurut Pahala N. Mansury, Direktur Strategi dan Keuangan Bank Mandiri, yang menjadi penyelenggara acara ini, pasar kain Indonesia memiliki peluang untuk menembus pasar global. Menurut Pahala, target transaksinya diharapkan mencapai Rp 5 miliar. Angka ini karena melihat keberhasilan yang terjadi tahun lalu mencapai Rp 2,7 miliar.
“Yang utama adalah peserta para perajin dan UKM mitra binaan kami dapat berinteraksi dan menciptakan kesinambungan," kata Pahala, yang tahun ini menyajikan 171 gerai dengan 35 persennya adalah gerai kain lokal.
Selain batik Brebes, ada sejumlah kain Nusantara yang dipamerkan dalam acara tersebut. Gerai Yen's Batik, misalnya, menyajikan khazanah pesona kain Nusantara dari bahan dasar tenun. “Kami memakai motif batik Garutan yang dirancang kontemporer pada bahan tenun,” kata Yeni, pemilik gerai.
Annie Fashion menghadirkan kain dan selendang dari songket Sambas dengan motif bunga mawar, ular, pohon selintau, serong borneo, dan perangmena yang sangat khas. Annie mengakui songket Sambas ini dirancang tak hanya sebagai kain dan selendang, tapi juga syal, kopiah, sarung bantal kursi, hingga sajadah.
Adapun kain tenun Bali produksi Gurita Shop menyajikan kain tenun ikat motif, tenun ikat lukis yang digunakan sebagai sarung bantal, seperai, bed cover, dan taplak. Teknik lukis tradisional kamasan dengan warna-warna terang memberikan sentuhan kain asal Pulau Dewata.
Perancang Samuel Wattimena mengatakan kain lokal Indonesia, setelah batik mendapat pengakuan dunia internasional, memiliki masa depan gemilang. “Kain songket, tenun, sulaman atau bordir, tapis, jumputan, edek, dan beberapa kain daerah lain bisa menembus pasar global. Kreativitas dan inovasi para perajin, pegiat UKM, dan bantuan asosiasi kain serta sentuhan perancang memberi nilai tambah untuk meningkatkan kualitas,” kata Samuel.
HADRIANI P
Berita terpopuler lainnya:
2/3 Bintang Film Porno Jepang Jadi Pelacur
Perwira Polisi Minta Maaf Setelah Curhat Soal KPK
Kisah Idola AKB48 yang Jadi Bintang Porno
KPK Sudah Pegang Bukti Keterlibatan Anas
Tagih Janji Jokowi Lewat Twitter
Peraih Nobel Siswa Terbodoh Waktu SMA
Tewas Setelah Makan Kecoa
10 Alasan Mengapa Desktop PC Belum Punah