Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Mantan FBI Sarankan Indonesia Belajar ke Singapura  

image-gnews
Seorang relawan dalam tragedi bom Bali, H Agus Bambang Priyanto (kanan) bersama relawan dan tokoh masyarakat lainnya, meletakkan karangan bunga di Monumen Bom Bali, Legian, Kuta, Bali, Selasa (9/10). ANTARA/Nyoman Budhiana
Seorang relawan dalam tragedi bom Bali, H Agus Bambang Priyanto (kanan) bersama relawan dan tokoh masyarakat lainnya, meletakkan karangan bunga di Monumen Bom Bali, Legian, Kuta, Bali, Selasa (9/10). ANTARA/Nyoman Budhiana
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang peringatan 10 tahun Bom Bali I, di Kuta, Bali, 12 Oktober 2012, ancaman terorisme tetap harus diwaspadai. Menurut Kepala dan CEO The Soufan Group, Ali Soufan, penyelesaian masalah terorisme tidak hanya berfokus pada penegakan hukum.

Sebab, kata dia, terorisme bukan masalah yang bisa diselesaikan hanya dengan langkah-langkah hukum.“Terorisme itu masalah yang kompleks,” kata Ali Soufan, seusai menjadi pembicara dalam diskusi terbatas bertema “National Security Conversation” yang diselenggarakan Yayasan Prasasti Perdamaian, di Jakarta, Kamis, 11 Oktober 2012. Prasasti Perdamaian adalah lembaga nirlaba yang banyak melakukan riset dan disengagement (memutus mata rantai terorisme) di Indonesia.

Ali Soufan, 41 tahun, adalah mantan agen The Federal Bureau of Investigation (FBI) Amerika. Soufan kelahiran Libanon dan menjadi warga negara Amerika. Semasa bekerja di FBI, dia banyak terlibat dalam investigasi kasus teroris kelas kakap di Amerika dan di berbagai belahan dunia. Dia mundur dari FBI pada 2005 dan mendirikan perusahaan konsultan keamanan, Soufan Group. Kliennya adalah pemerintah, perusahaan, dan lembaga di berbagai negara. Tahun lalu dia menulis buku berjudul The Black Banners: The Inside Story of 9/11 and the War Against al-Qaeda.

Menurut Soufan, terorisme berbeda dengan tindak kriminal lainnya. Terorisme, kata dia, terjadi karena ada banyak variabel yang berkaitan, seperti ideologi takfiri dan jihadi, jaringan, komunitas, fatwa, training, organisasi, dan doktrinasi.

Di era ini, menurut dia, Internet juga bisa menjadi media untuk menyebarkan ideologi terorisme dan merekrut para calon teroris. Ini ditandai dengan munculnya berbagai situs jihadi yang menyebarkan ideologi jihad. “Penyebaran lewat Internet itu murah dan sangat mudah. Memang tak langsung menjadi teroris, tapi bisa menjadi jalan untuk brainwash (cuci otak),” katanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Karena itu, dia menyarankan pemerintah Indonesia agar belajar dari pemerintah Singapura dalam memberantas terorisme. Di sana, kata dia, upaya pencegahan, penindakan, proses hukum, sampai narapidana terorisme kembali ke masyarakat dikawal dengan serius oleh pemerintah. Tak hanya melibatkan penegak hukum, melainkan juga lembaga pendidikan, lembaga agama, dan lembaga lainnya untuk mencegah penyebaran terorisme. Penangangan terorisme di Singapura dilakukan secara menyeluruh. “Dalam menangani terorisme perlu langkah-langkah yang komprehensif,” katanya.

Sedangkan Direktur Eksekutif Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail, mengatakan dalam menangkap teroris, Datasemen Khusus Antiteror 88 (Densus 88) sudah banyak pihak yang mengakui kehebatannya. Sejak dibentuk pada 2004, Densus 88 telah menangkap sekitar 700 orang yang terlibat terorisme. Selain yang ditembak mati, para tersangka diajukan ke pengadilan dan kini mendekam di penjara. “Tapi pelaku teror baru juga terus bermunculan dan kelompoknya lebih kecil,” kata dia.

Menurut Huda, salah satu masalah besar dalam penanganan para terpidana terorisme di Indonesia adalah mencampurkan tahanan terorisme dengan tahanan kriminal lainnya. Padahal, kata dia, dalam dunia terorisme ada “kasta-kasta” tersendiri dalam jaringan terorisme, seperti ideolog, organisatoris, dan pengikut (follower). Masing-masing kasta tersebut memiliki kemampuan dan kapasitas yang berbeda-beda. “Kalau para terpidana yang kelasnya ideolog atau organisatoris dicampur dengan tahanan kriminal lainnya, mereka bisa merekrut calon teroris baru,” kata Huda. Dia sependapat dengan Soufan bahwa penanganan terorisme harus komprehensif.

NURHASIM

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Pengadilan Prancis Vonis Hukuman Seumur Hidup untuk Pelaku Teror Paris 2015

30 Juni 2022

Salah Abdelsalam. Foto : Wikipedia
Pengadilan Prancis Vonis Hukuman Seumur Hidup untuk Pelaku Teror Paris 2015

Pengadilan Prancis menjatuhkan vonis seumur hidup kepada Salah Abdeslam, satu-satunya pelaku teror Paris 2015 yang masih hidup


Pengakuan Pelaku Bom Bunuh Diri Paris 2015: Saya Tidak Melukai Siapa pun

10 Februari 2022

Sketsa seniman pengadilan Prancis Elisabeth de Pourquery yang menunjukkan Salah Abdeslam, salah satu tersangka kelompok yang diduga melakukan serangan Paris November 2015, dipajang di atas meja selama wawancara dengan Reuters di rumahnya di dekat Paris, Prancis, 27 September. 2021. REUTERS/Gonzalo Fuentes
Pengakuan Pelaku Bom Bunuh Diri Paris 2015: Saya Tidak Melukai Siapa pun

Salah Abdeslam mengatakan bahwa ia tidak meledakkan rompi bom bunuh dirinya dalam serangan teroris di Paris, November 2015 yang menewaskan 130 orang


Prancis Mulai Adili 20 Terdakwa Serangan Teror di Bataclan

8 September 2021

Polisi Prancis dengan perisai pelindung berjalan di antrean dekat gedung konser Bataclan menyusul penembakan fatal di Paris, Prancis, 14 November 2015. Orang-orang bersenjata dan pengebom menyerang restoran, bar, dan gedung konser yang ramai di lokasi sekitar Paris pada Jumat malam, menewaskan puluhan orang dalam apa yang digambarkan oleh Presiden Prancis sebagai serangan teroris yang belum pernah terjadi sebelumnya. [REUTERS/Christian Hartmann/File Foto]
Prancis Mulai Adili 20 Terdakwa Serangan Teror di Bataclan

Prancis pada Rabu mengadili 20 orang terdakwa yang diduga terlibat dalam serangkaian aksi teror di Bataclan, Paris, pada 13 November 2015.


Teror Paris, Pria Ini Ledakkan Diri Saat Menabrak Mobil Polisi

20 Juni 2017

Sebuah mobil menabrak van polisi di Avenue des Champs-lysees di Paris. REUTERS
Teror Paris, Pria Ini Ledakkan Diri Saat Menabrak Mobil Polisi

Teror Paris kembali terjadi ketika pengemudi mobil sedan meledakkan diri saat berusaha menabrak iringan mobil polisi.


Teror di Paris, Begini Kata Pelaku Serangan Katedral Notre-Dame

7 Juni 2017

Polisi berjaga di depan Katedral Notre Dame, Paris, setelah terjadi serangan, Selasa, 6 Juni 2017 (Reuters)
Teror di Paris, Begini Kata Pelaku Serangan Katedral Notre-Dame

Pelaku penyerang perwira polisi di Katedral Notre-Dame, dalam teror di Paris, Selasa waktu setempat dalam aksinya sempat mengatakan: Ini untuk Suriah


Teror di Paris, Pelaku Serang Polisi di Katedral Notre Dame

7 Juni 2017

Polisi berjaga di depan Katedral Notre Dame, Paris, setelah terjadi serangan, Selasa, 6 Juni 2017 (Reuters)
Teror di Paris, Pelaku Serang Polisi di Katedral Notre Dame

Teror terjadi di Paris. Seorang pria menyerang polisi di depan Katedral Notre Dame, Paris.


Pengacara Teroris Paris Mundur, Ini Alasannya  

12 Oktober 2016

Peringatan yang dikeluarkan polisi Prancis lewat twitter tentang Salah Abdeslam, tersangka pelaku teror di Paris, pada November 2016. Salah Abdeslam ditangkap polisi antiteror Belgia, pada 18 maret 2016. REUTERS/POLICE NATIONALE
Pengacara Teroris Paris Mundur, Ini Alasannya  

Pengacara sempat memprotes kamera pengawas di sel Abdeslam.


Prancis Tangkap Dua Orang yang Diduga Terlibat dalam Pembunuhan Pastor

1 Agustus 2016

Pastor Abbe Jacques Hamel (kiri). Gereja Gambetta di Saint-Etienne-du-Rouvray. mirror.co.uk
Prancis Tangkap Dua Orang yang Diduga Terlibat dalam Pembunuhan Pastor

Polisi Prancis menangkap dua orang yang diduga terlibat dalam
pembunuhan terhadap seorang pastor di sebuah gereja di Normandia.


Pelaku Kedua Pembunuh Pastor di Prancis Bisa Diidentifikasi  

28 Juli 2016

Seorang polisi berjaga di depan Balai Kota setelah dua penyerang menyandera lima orang di Gereja Saint-Etienne-du -Rouvray, Normandy, Prancis, 26 Juli 2016. Ini merupakan serangan teroris kedua di Prancis selama bulan Juli. REUTERS/Pascal Rossignol
Pelaku Kedua Pembunuh Pastor di Prancis Bisa Diidentifikasi  

Jenazahnya lebih sulit diidentifikasi daripada Kermiche karena tubuhnya sudah rusak dalam penembakan.


JK: Terorisme Meluas dari Negara Gagal ke Negara Stabil  

16 Juli 2016

Wakil Presiden Jusuf Kalla. TEMPO/Imam Sukamto
JK: Terorisme Meluas dari Negara Gagal ke Negara Stabil  

Sesi Retreat KTT ASEM membahas isu-isu mengenai Brexit, migrasi, terorisme, serta isu-isu keamanan dan perdamaian di kawasan itu.