TEMPO.CO, Jakarta - Ongkos angkutan barang di Indonesia ternyata hampir dua kali lipat dibanding di negeri jiran, Malaysia. Hal itu diungkap oleh peneliti dari Bank Dunia yang bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung.
Henry Sandee, peneliti senior bidang perdagangan di Bank Dunia, membandingkan transportasi barang dari pusat industri ke pelabuhan terbesar di kedua negara. Di Indonesia, sampel yang digunakannya adalah angkutan dari pusat industri Cikarang ke Pelabuhan Tanjung Priok, sementara di Malaysia ia meneliti angkutan dari Pasir Gudang ke Tanjung Pelepas. "Jarak keduanya hampir sama, 55 kilometer," kata Sandee, Kamis, 11 Oktober 2012.
Sandee menyatakan kondisi angkutan barang di Indonesia saat ini cukup memprihatinkan. Dalam survei Logistic Performance Index yang dilakukan Bank Dunia, Indonesia menempati peringkat ke-59 dari 155 negara.
Selain infrastruktur yang kurang memadai dan masalah-masalah di perbatasan, truk-truk armada pengangkut juga banyak yang tak layak. Di Jakarta saja, saat ini ada 2.272 truk peti kemas milik anggota Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) dan 70 persennya berumur 15-20 tahun.
Di samping itu, dari 8.328 truk anggota Organisasi Angkutan Darat (Organda) Jakarta, 4.449 di antaranya berumur 15-20 tahun. "Kalau semua truk itu direvitalisasi, ongkos perjalanan bisa ditekan hingga 30 persen," kata Sandee.
Selain revitalisasi armada, menurut Sandee, yang bisa dilakukan untuk menekan biaya transportasi adalah mengubah kebijakan. Misalnya dengan mengizinkan pembukaan depo kontainer di luar wilayah pelabuhan. Bayangkan jika kawasan industri seperti Cikarang bisa memilikinya. Jadi, truk-truk tidak perlu lagi ke Tanjung Priok hanya untuk mengambil peti kosong, kembali ke Cikarang, mengisinya, lalu diantar lagi ke Tanjung Priok. "Pola dua kali jalan ini sangat tidak efisien. Belum lagi macetnya."
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Natsir Mansyur, meminta dukungan pemerintah untuk melakukan peremajaan truk pengangkut logistik. Dukungan yang dimaksud adalah pembebasan bea masuk, pajak pertambahan nilai, dan pajak penghasilan untuk tiap head truck yang dibeli. Selain itu, juga penurunan bea balik nama (BBN) dan pemberian keringanan kredit juga diperlukan.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan, Sugihardjo, mendukung Kadin dalam upaya revitalisasi armada angkutan barang. Hanya saja, untuk semua permintaan Kadin, ia belum bisa menyanggupinya. "Nanti kami bentuk tim kecil dulu untuk membicarakan apa saja yang dibutuhkan sebelum berkoordinasi dengan pihak yang terkait," ujarnya.
PINGIT ARIA
Berita terpopuler lainnya:
Dahlan Iskan: Ada BUMN Jadi Mayat
SPT Diusulkan Jadi Syarat Aplikasi Kartu Kredit
Pangkalan TNI AU Disulap Jadi Bandara Komersial
Fuad Rahmany: Tak Ada Korupsi Uang Pajak
75 Persen Proyek Minyak dan Gas Dikuasai Asing
Perhubungan Akan Jalankan Tiga Proyek "Flagship"