TEMPO.CO, Beijing - Pengusiran paksa di Cina mengundang keprihatinan internasional. Penggusuran ini meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, seiring gencarnya pejabat setempat menjual tanah kepada pengembang properti. Amnesty International mengatakan, banyak kasus melibatkan kekerasan dan pelecehan, serta pelanggaran berat hak asasi manusia.
"Tekanan pada pejabat lokal untuk memenuhi tujuan ekonomi dan kepentingan pribadi ada di balik pemaksaan tersebut," tulis laporan mereka.
Semua tanah di Cina secara efektif dikuasai oleh negara, dan hukum memungkinkan pemerintah daerah untuk mengklaim tanah untuk proyek pembangunan perkotaan. Banyak rumah permanen yang dibangun di lingkungan Cai Shi Kou, Beijing, mulai diruntuhkan. Sementara banyak warga telah meninggalkan, beberapa orang masih tinggal di sana dan menolak untuk pindah. Mereka inilah yang kini jadi sasaran teror hampir tiap hari.
Seorang pria mengatakan kepada BBC bahwa preman telah menyerang secara membabi-buta. Mereka kejam dan brutal," katanya. "Mereka memukulkan tongkat hingga tulang belakang saya patah."
Dia mengatakan para preman disewa oleh perusahaan konstruksi milik pemerintah untuk mengintimidasi mereka. Pria itu mengatakan polisi telah menangkap beberapa, tapi ia ragu, apakah keadilan akan ditegakkan.
Nicola Duckworth, direktur senior Amnesty di Hong Kong, mengatakan bahwa merebut dan menjual tanah adalah cara pemerintah daerah membayar kembali dana pinjaman untuk membiayai paket stimulus selama kemerosotan ekonomi. "Partai Komunis Cina mempromosikan pejabat yang memberikan pertumbuhan walau dibiayai dengan cara apapun," katanya.
Amnesty mengatakan korban penggusuran sering menerima pemberitahuan yang mepet, atau bahkan tanpa peringatan sebelumnya. Kasus semacam itu menyebabkan bentrokan antara warga dan preman atau bahkan polisi yang "mengamankan" penggusuran.
Dalam laporan setebal 80 halaman ini mereka menyatakan dari 40 kasus penggusuran paksa dari Januari 2009 sampai Januari 2012, sembilan di antaranya berakhir dengan kerusuhan dan meninggalkan banyak korban tewas.
"Penggusuran paksa penduduk dari rumah mereka dan tanah pertanian tanpa perlindungan hukum yang tepat telah menjadi kejadian rutin di Cina, dan merupakan pelanggaran berat hak asasi manusia pada skala yang besar," kata Duckworth. Dalam satu kasus, seseorang telah dikubur hidup-hidup.
Organisasi ini menyerukan Cina untuk segera menghentikan semua penggusuran paksa dan memastikan pengamanan diberlakukan sesuai dengan hukum internasional. Juga, mendesak China untuk menerapkan peraturan baru yang diadopsi tahun 2011 untuk memberikan kompensasi lahan yang tepat dan melarang penggunaan kekerasan dalam kasus ini.
Cina memiliki hukum untuk melindungi petani dan penduduk, tetapi sering diabaikan di tingkat lokal. Para pemimpin di Beijing telah mengakui masalah dan berjanji untuk memperbaiki situasi.
Perdana Menteri Wen Jiabao, dalam laporannya kepada Kongres Rakyat Nasional pada bulan Maret, mengatakan bahwa masalah-masalah yang berkaitan dengan pengambilalihan tanah dan pembongkaran rumah "masih sangat serius" dan "kami masih sangat prihatin tentang mereka". Namun, hingga tujuh bulan setelah itu, pengusiran paksa masih terjadi.
BBC | TRIP B