TEMPO.CO, Surabaya-Badan Pemeriksa Keuangan menggelar audit lingkungan secara serentak kepadatiga perusahaan tambang besar yaitu PT Freeport Indonesia, PT Aneka Tambang, serta PT Newmont Nusa Tenggara. Audit dilakukan untuk melihat kepatuhan tiga perusahaan tersebut dalam mengelola lingkungan di wilayah tambang mereka.
"Audit sudah mulai, dan awal tahun depan sudah kami umumkan hasilnya," kata Anggota BPK Ali Masykur Musa, seusai membuka seminar lingkungan yang diselenggarakan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di hotel Shangri-La Surabaya, Minggu 14 Oktober 2012.
Ali yang juga Ketua Pimpinan Pusat ISNU, mengatakan audit terhadap tiga perusahaan ini akan dilakukan untuk mengetahui beberapa hal, di antaranya mengenai pembayaran pajak serta royalti yang harusnya dibayarkan kepada negara. Selain itu juga akan melihat jaminan reklamasi yang dijadikan agunan bagi ke-tiga perusahaan tersebut, apakah sudah memenuhi standar dan diperuntukkan sebagaimana mestinya. "Prinsipnya kami periksa CCG-nya (clear, clean, and green)," ujarnya.
Pemeriksaan terhadap perusahaan besar di bidang pertambangan, kata Ali, sudah dilakukan sejak 2010 silam. Bahkan dari pemeriksaan pada 2010 lalu BPK berhasil menyelamatkan uang negara sebesar Rp 428 miliar, kemudian pada tahun 2011 Rp 488 miliar yang diselamatkan dari hasil pajak dan royalti yang harusnya dibayarkan perusahaan pertambangan kepada negara.
Menurut Ali, pemerintah saat ini sudah waktunya mempercepat proses renegosiasi kontrak bagi seluruh pertambangan yang ada. Apalagi, bagi hasil bagi negara atas pengelolaan tambang saat ini hanyalah 1 persen untuk emas, dan 3 persen untuk tambaga. "Sangat kecil dan ini harus direnegosiasikan secepatnya," ujarnya.
Sementara itu, seminar sehari bertema "Membangun Komitmen Kebersamaan dalam Penanganan Masalah Lingkungan Hidup dan Becana Alam" yang digelar ISNU dan BNPB setidaknya merekeomendasikan tiga hal. Pertama yaitu desakan kepada pemerintah untuk menata kembali peruntukan kawasan hutan untuk tambang. Desakan ini mengingat penguasaan asing atas tambang yang saat ini mencapai 88 persen.
Kedua mendesak dilakukannya perubahan seluruh regulasi dalam pengelolaan tambang dengan semangat pancasila dan UUD tahun 1945. Sementara rekomendasi ketiga adalah desakan kepada pemerintah untuk lebih memperhatikan aspek lingkungan dalam menerbitkan Kuasa Pertambangan (KP). "Di banyak daerah, imbas pilkada langsung menjadikan KP ini melebihi luasan daratan yang dimiliki. Wis pokoknya asal diberi ijin saja tanpa melihat aspek lingkungan," kata Ali.
Baca Juga:
FATKHURROHMAN TAUFIQ)