TEMPO.CO, Jakarta-Minyak yang dicuri dari pipa Tempino-Plaju milik Pertamina dijual tak hanya di kawasan Sumatera. Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri Komisaris Jenderal Sutarman mengatakan minyak hasil illegal tapping pipa dipasarkan hingga ke China. “ Pemasaran hasil curian selain di Palembang, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Lampung dan Kabupaten Tangerang juga diekspor ke China,” kata Sutarman dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, 15 Oktober 2012.
Sutarman menambahkan, penadah minyak curian adalah perusahaan aspal mixing plane, penyuling minyak dan perusahaan pengolahan timah di Provinsi Bangka Belitung. Sutarman mengatakan pada periode Januari hingga September 2012, Polri telah menyidik 965 kasus dengan 1.111 tersangka. “Polda Sumatera Selatan telah menangani 61 kasus, 5 kasus di antaranya terkait penimbunan minyak mentah dengan barang bukti minyak mentah yang disita sebanyak 67 ton,” ucapnya.
Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengatakan minyak mentah yang dicuri di Simpang Bayat dan Sungai Lilin kebanyakan disuling menjadi premium, solar dan minyak tanah. Hasil penyulingan ini kemudian dibeli oleh penadah untuk dijual ke industri dan pengecer.
Sementara itu minyak yang dicuri dari KM 265 dekat Tempino dijual dalam bentuk minyak mentah dan diangkut dengan mobil pribadi, truk tangki atau kapal fery. Minyak mentah ini disetor kepada pengumpul, kemudian dibawa dijual ke penadah di Musi Banyuasin dan Palembang. “Marketnya di Jambi, Bangka Belitung, Lampung dan Pekanbaru,” kata Karen dalam kesempatanyang sama.
Pada kasus di Sumatera Selatan, Sutarman mengatakan pencurian melibatkan masyarakat sebanyak kurang lebih 3.350 orang. Jumlah ini berdasarkan data bahwa 670 sumur minyak tua, dari total 1.500 minyak dikuasai oleh masyarakat dan masing-masing sumur dikelola sekitar 5 orang.
Menurut dia, pada kasus pembolongan pipa, pencuri membiarkan keran minyak terbuka dan mengalir ke wilayah sekitar. Ceceran minyak ini kemudian dikumpulkan oleh masyarakat untuk dijual ke penampung. “Akhirnya ini menjadi mata pencaharian warga.”
Sutarman mengatakan ada indikasi kuat bahwa aksi pencurian didukung pihak berwenang. “Ada indikasi kuat keterlibatan oknum pemerintah sebagai backing, baik dari Pemda, Polri maupun TNI,” Sutarman mengatakan.
Karen mengatakan terkait illegal tapping ini pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kapolri dan Menko Polhukam sejak 2010. Namun sampai saat ini kasus pencurian tak kunjung selesai, malah cenderung bertambah. “Pipa ini objek vital nasional karena yang rugi bukan cuma Pertamina, tetapi juga negara. Karena itu Oktober ini saya sendiri juga menyambangi Pak Kasad dan Wakasad untuk minta tolong supaya ada Satgas yang segera turun ke lapangan,” katanya.
Karen mengatakan sejak 2010 hingga 11 Oktober 2012, volume minyak yang hilang dari jalur pipa ini mencapai 370.159 barel. Dengan asumsi harga minyak bumi US$ 100 per barel, kerugian Pertamina akibat pencurian ini mencapai US$ 37,01 juta. “Pipa sudah berapa kali dilubangi, diganti oleh Pertamina, dibuka valve-nya, diganti lagi valve-nya, ini juga merupakan cost untuk Pertamina,” keluh Karen.
Sutarman mengatakan Kepolisian akan bertanggung jawab dalam urusan pengamanan pipa. Pengamanan ini dilakukan dengan cara konvensional dengan penjagaan dan patroli di titik-titik yang dinilai rawan. Namun mengingat panjangnya pipa yang ratusan kilometer, Sutarman mengatakan perlu melibatkan unsur pengamanan lain.
“Ada kekuatan pengamanan lain yang dapat dikoordinasi agar kita mampu mengawasi seluruh masalah ini, Bahkan bisa memonitor siapa saja yang bermain di sini sehingga pada benteng terakhir penegakan hukumnya tidak mengalami kesulitan.”
Selain itu menurut Sutarman, pengamanan dengan teknologi informasi juga dapat digunakan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Jika tindak pengeboran bisa segera dideteksi oleh kepolisian, maka kepolisian bisa segera menurunkan tim untuk melakukan penindakan. “Kalau penjagaan konvensional mungkin juga personil kami tidak cukup.”
BERNADETTE CHRISTINA